Alam semesta
merupakan ruang kosong mahaluas tanpa batas, tanpa sinar terang, tanpa gaya
apapun, tanpa gravitasi apapun, tidak ada pengertian atas dan bawah, juga tidak
ada pengertian utara-selatan, timur dan barat, yang di dalamnya berisi 1 miliar
galaksi dan tiap-tiap galaksi terdiri dari 100 miliar bintang, dimana tiap-tipa
bintang adalah matahari dengan tata suryanya sendiri-sendiri.
Pandangan
mengenai asal-usul alam mulai dapat dikoreksi dari berbagai pemikiran para
saintis berabad-abad yang lalu. Dalam era fisika klasik (abad XVII-XVIII),
Isaac Newton menggagas bahwa alam semesta ini bersifat statis. tidak berubah
status totalitasnya dari waktu tak terhingga lamanya yang telah lampau, sampai
waktu tak terhingga lamanya yang akan datang. Gagasan tentang alam tersebut
secara tidak langsung menggambarkan bahwa alam tak berawal dan tak berakhir,
atau dengan kata lain, alam ada tanpa adanya proses penciptaan.
Pandangan
klasik Newton ini didasarkan pada pengalaman para fisikawan di laboratorium,
bahwa materi itu bersifat kekal. Pandangan ini kemudian dikukuhkan oleh
Lavoisier pada akhir abad XVIII dengan “Hukum Kekekalan Materi”. Pandangan
bahwa alam ini kekal, kemudian dikenal sebagai Pandangan Klasik Newtonian.
Awal abad
XX, muncullah Albert Einstein, yang berusaha melukiskan bahwa alam benar-benar
statis dalam bentuk rumus matematika yang rumit. Namun, Friedman menyatakan
bahwa rumusan Einstein itu justru menggambarkan bahwa alam ini dinamis
dan hal inilah yang tepat sehingga dikenal sebagai Model Friedman tentang alam.
Dari
gagasan-gagasan di atas, maka lahirlah konsepsi, bahwa sekitar 15 miliar tahun
yang lampau di dalam ruang kosong luas tanpa batas terdapat sebongkah besar
inti atom padat meledak sangat dahsyat melepaskan zat hydrogen ke segala
arah menjadi galaksi-galaksi bintang, dengan proses pembentukan atom yang lebih
berat, sehingga di bumi kita ini terdapat 106 unsur atom. Dan kini sisa energi
ledakan itu mengakibatkan materi alam (galaksi-galaksi) saling menjauh. Gagasan
mengenai asal-usul alam ini kemudian dikenal sebagai Teori Big Bang.
Teori Big
Bang didukung oleh beberapa penemuan mutakhir. Pertama, penemuan Edwin Powell
Hubble, astronom kebangsaan Amerika Serikat di observatorium California Mount
Wilson thn 1924. ketika Hubble mengamati bintang-bintang diangkasa Melalui
teleskop raksasanya, ia mendapati spectrum cahaya merah diujung bintang-bintang
tersebut. Menurut teori fisika yang sudah diakui, spectrum cahaya
berkelap-kelip yang bergerak yang menjauhi tempat observasi cenderung mendekati
warna merah. Pengamatan tersebut memberi kesimpualan bahwa berbagai galaksi
saling menjauh dengan kecepatan sampai beberapa ribu kilometer per detik. Hal
ini berarti bahwa alam sedang berekspansi (meluas/melebar) atau dikatakan bahwa
alam bersifat dinamis.
Kedua, hasil
hitungan cermat Albert Einstin yang menyimpulkan bahwa alam semesta dinamis,
tidak statis artinya alam semesta terus berkembang. Meskipun pada mulanya
terimbas gagasan bahwa alam itu statis, lalu mengembangkan formula
matematisnyanya dan berusaha melukiskan bahwa alam benar-benar statis, namun
hal itu justru menggambarkan bahwa alam itu dinamis.
Ketiga, pada
tahun 1948, George Gamov berpendapat bahwa setelah ledakan dahsyat ini akan ada
radiasi yang tersebar merata dan melimpah di alam semesta, radiasi tersebut
dinamai radiasi kosmos. Hal ini ditemukan oleh Arno Penzias dan Robert Wilson
pada tahun 1965 keduanya mendapat hadiah nobel dari penemuan tersebut Penemuan
ini semakin menguatkan bahwa alam semesta terbentuk dari sebuah ledakan
dahsyat.
Keempat,
adanya jumlah unsur hydrogen dan helium di alam semesta yang sesuai dengan
perhitungan konsentrasi hydrogen-helium merupakan sisa dari ledakan dahsyat
tersebut. Kalau saja alam ini tetap dan abadi maka hydrogen di alam semesta
telah habis berubah menjadi helium.
Gagasan
teori Big Bang itu didasarkan juga bahwa galaksi-galaksi yang saling menjauh
itu, kurang lebih seragam di seluruh jagad raya. Ahli Fisika George Gamow
menganalogikan tentang efek perluasan tersebut sepeti sebuah balon yang
menggembung. Kalau kita meniup sebuah balon yang diberi bintik-bintik, maka
seluruh bintik itu akan terlihat saling menjauh.
Kini,
peristiwa Big Bang yang ditengarai menandai dimulainya penciptaan alam semesta
itu bukan hanya sekedar “teori”, tetapi sudah menjadi “keyakinan ilmiah” para
ilmuan. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa galaksi-galaksi saling menjauh
dengan kecepatan kira-kira 32 kilometer/ detik untuk setiap jarak satu juta
tahun cahaya, maka dapatlah diperhitungkan bahwa alam semesta ini tercipta
dengan proses Big Bang antara 15-20 milyar tahun yang lalu.
Referensi:
Peters, Ted, dkk. 2002. Tuhan,
Alam, Manusia perspektif Sains dan Agama. Bandung:
Mizan.
Sudarmojo, Agus haryo.2008.
Menyibak Rahasia Sains Bumi dalam Al-Qur’an. Bandung: PT Mizan Pustaka.
Wisoyo, Jenal. 2008. Awal Mula
Alam Semesta. Yogyakarta: Narasi.
Yunus, Rosman, dkk. 2006. Teori
Darwin dalam Pandangan Sains dan Islam. Jakarta: Gema Insani.