BAB
I
PENDAHULUAN
Partai
politik lahir di negara-negara Eropa Barat bersamaan dengan gagasan bahwa
rakyat merupakan fakta yang menentukan dalam proses politik. Dalam hal ini
partai politik berperan sebagai penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah
di lain pihak. Maka dalam perkembangannya kemudian partai politik dianggap
sebagai menifestasi dari suatu sistem politik yang demokratis, yang mewakili
aspirasi rakyat.
Pada permulaannya peranan partai
politik di negara-negara Barat bersifat elitis dan aristokratis, dalam arti
terutama mempertahankan kepentingan golongan bangsawan terhadap tuntutan raja,
namun dalam perkembangannya kemudian peranan tersebut meluas dan berkembang ke
segenap lapisan masyarakat. Pada perkembangan selanjutnya, partai politik
mempengaruhi dan berkembang di negara-negara baru, yaitu di Asia dan Afrika.
Partai politik di negara-negara jajahan sering berperan sebagai pemersatu
aspirasi rakyat dan penggerak ke arah persatuan nasional yang bertujuan
mencapai kemerdekaan. Hal ini terjadi di Indonesia serta India.
Di sini penulis di percayakan dari
dosen pengampu untuk membahas sekelumit pembahasan yang berjudul “Sejarah Partai Politik di Indonesia”. Menyajikannya
dalam bentuk makalah yang insya Allah akan menjadi materi diskusi di kelas
nantinya.
BAB II
PEMBAHASAN
Pentingnya sejarah partai politik
penulis uraikan pada tulisan ini, sebagai pertimbangan bahwa sejarah pada
hakekatnya mengungkap berbagai peristiwa besar pada masa lalu, agar dapat di jadikan
bahan penunjang dan pembanding kenyataan di era saat ini dalam proses ke era
yang akan datang. Orang pandai sering berkata bahwa hari ini adalah produk hari
kemarin dan yang akan mempengaruhi hari esok. Demikian juga halnya dengan
sejarah Partai politik di Indonesia merupakan produk masa lalu yang perlu di
ungkap dan di kaji kembali agar dapat di manfaatkan dalam menyikapi
perkembangan partai politik di Indonesia, baik pada era saat ini dan terlebih
lagi di era yang akan datang.
Me-review tentang sejarah parpol di
Indonesia dari sejak dulu kala hingga saat sekarang memang penuh liku-liku dan
menarik. Tapi yang jelas, sejarah parpol di Indonesia sangat panjang dan
menarik untuk kita telusuri. Sejarah kemunculan partai politik di Indonesia
dapat digolongkan dalam beberapa periode perkembangan, dengan setiap masa waktu
mempunyai ciri dan tujuan masing-masing, yaitu: Masa penjajahan Belanda, Masa
pedudukan Jepang dan masa merdeka.
A.
Masa
penjajahan Belanda
Berbicara
sejarah partai politik di Indonesia, pada dasarnya harus di mulai dengan adanya
organisasi kemasyarakatan yang memposisikan diri dalam perjuangan di bidang
pendidikan dan pengajaran. Organisasi kemasyarakatan yang di maksud adalah Budi
Utomo, yang di dirikan pada tanggal 20 Mei 1908 oleh Dokter Wahidin
Soedirohoesodo. Walaupun Budi Utomo di bentuk hanya sebagai organisasi sosial,
namun jati dirinya melekat rasa perjuangan melawan kolonial Belanda. Oleh sebab
itu, Budi Utomo Merupakan cikal bakal berdirinya partai politik di era
pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Pada
zaman penjajahan Belanda, partai – partai politik tidak dapat hidup tenteram.
Tiap partai yang bersuara menentang atau bergerak tegas, akan segera dilarang,
pemimpinnya ditangkap dan dipenjarakan atau diasingkan. Partai politik yang pertama
lahir di Indonesia adalah Indische Partij yang didirikan pada tanggal 25
Desember 1912 di Bandung dan dipimpin oleh Tiga Serangkai, yaitu Dr. Setiabudi,
Dr. Cipto Mangunkusumo, dan Ki Hadjar Dewantara. Tujuan partai itu adalah
Indonesia lepas dari Belanda. Partai itu hanya berusia 8 bulan karena ketiga
pemimpin masing- masing dibuang ke Kupang, Banda, dan Bangka, kemudian
diasingkan ke Belanda.[1]
Masa
ini disebut sebagai periode pertama lahirnya partai politik di Indoneisa.
Lahirnya partai menandai adanya kesadaran nasional. Pada masa itu semua
organisasi baik yang bertujuan sosial seperti Budi Utomo dan Muhammadiyah,
ataupun yang berasaskan politik agama dan sekuler seperti Serikat Islam, PNI
dan Partai Katolik, ikut memainkan peranan dalam pergerakan nasional untuk
Indonesia merdeka.
Kehadiran
partai politik pada masa permulaan merupakan menifestasi kesadaran nasional
untuk mencapai kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Setelah didirikan Dewan
Rakyat , gerakan ini oleh beberapa partai diteruskan di dalam badan ini. Perlu
di jelaskan bahwa partai politik pada zaman pra kemerdekaan pada umumnya
bertujuan untuk meperjuangkan tercapainya cita-cita Indonesia ke depan.
Setelah
Indische Partij di bubarkan oleh pemerintah Kolonial Belanda, maka pada tahun
1919 kembali di dirikannya National Indische Partij (NIP) yang kemudian di
susul lahirnya partai-partai politik baru, antara lain :
1).
Indische Social Democratische Vereniging (ISDV),
2).
Partai Nasional Indonesia,
3).
Partai Indonesia,
4),
Partai Indonesia Raya,
5),
Serekat Islam,
6),
Partai Katolik, dan lain-lain.[2]
Partai-partai
politik ini di dirikan bertujuan untuk melakukan pergerakan kearah kemerdekaan
Indonesia. Mereka melihat kemerdekaan sebagai hak setiap orang dan sekelompok
orang yang terlingkup di dalam suatu bangsa, tanpa perlu menghubungkannya
dengan aliran yang hidup dalam masyarakat, maupun ajaran agama yang di anut.
Pada
tahun 1939 terdapat beberapa fraksi di dalam Dewan Rakat, yaitu Fraksi Nasional
di bawah pimpinan M. Husni Thamin, PPBB (Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi
Putera) di bawah pimpinan Prawoto dan Indonesische Nationale Groep di bawah
pimpinan Muhammad Yamin.
Di
luar dewan rakyat ada usaha untuk mengadakan gabungan partai politik dan
menjadikannya semacam dewan perwakilan rakyat. Pada tahun 1939 dibentuk KRI
(Komite Rakyat Indoneisa) yang terdiri dari GAPI (Gabungan Politik Indonesia)
yang merupakan gabungan dari partai-partai yang beraliran nasional, MIAI
(Majelis Islami) yang merupakan gabungan partai-partai yang beraliran Islam
yang terbentuk tahun 1937, dan MRI (Majelis Rakyat Indonesia) yang merupakan
gabungan organisasi buruh.[3]
Pada tahun 1939 di Hindia Belanda telah
terdapat beberapa fraksi dalam volksraad yaitu Fraksi Nasional, Perhimpunan
Pegawai Bestuur Bumi-Putera, dan Indonesische Nationale Groep. Sedangkan di
luar volksraad ada usaha untuk mengadakan gabungan dari Partai-Partai Politik
dan menjadikannya semacam dewan perwakilan nasional yang disebut Komite Rakyat
Indonesia (K.R.I). Di dalam K.R.I terdapat Gabungan Politik Indonesia (GAPI),
Majelisul Islami A’laa Indonesia (MIAI) dan Majelis Rakyat Indonesia (MRI).
Fraksi-fraksi tersebut di atas adalah merupakan partai politik – partai politik
yang pertama kali terbentuk di Indonesia.
B.
Masa
pendudukan Jepang
Pemerintahan
militer Jepang mula- mula melarang dan membubarkan partai- partai politik yang
telah ada. Namun kemudian disetujui berdirinya partai politik yang bernama
Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) di bawah pimpinan “ Empat Serangkai “, yaitu Ir.
Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Ki Hadjar Dewantara, K.H Mansyur. Atas perintah
pemerintah Jepang partai ini kemudian dibubarkan pada bulan Maret 1944.[4]
Pada masa ini, semua kegiatan partai
politik dilarang, hanya golongan Islam diberi kebebasan untuk membentuk partai
Masyumi, yang lebih banyak bergerak di bidang sosial. Selama Jepang berkuasa di
Indonesia, kegiatan Partai Politik dilarang, kecuali untuk golongan Islam yang
membentuk Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI).
C.
Masa
Merdeka (mulai 1945)
Setelah
merdeka, Indonesia menganut sistem Multi Partai sehingga terbentuk banyak
sekali Partai Politik. Dan dipertimbangkan semula untuk memusatkan tenaga
perjuangan rakyat hanya dalam satu partai saja. Pertimbangan itu kemudian
dilepaskan pada tanggal 3 November 1945. Pemerintah RI mengeluarkan suatu
maklumat yang antara lain:
A. Pemerintah
menyukai timbulnya partai-partai politik, karna dengan adanya partai-partai
itulah segala aliran paham yang ada dalam masyarakat dapat di pimpin kejalan
yang teratur,
B. Pemerintah
berharap supaya partai-partai itu telah tersusun sebelum di langsungkan
pemilihan anggota badan-badan perwakilan rakyat dalam bulan januari 1946.[5]
Adanya
Maklumat pemerintah tersebut, ternyata mendapat respon positif dari masyarakat
dan elit politik pada saat itu, yang di tandai dengan berdirinya partai-partai
politik, seperti :
1.
Partai Sosialis,
2.
Partai Buruh Indonesia,
3.
Partai Nasional Indonesia (PNI),
4.
Partai Komunis Indonesia (PKI),
5.
Partai Rakyat Jelata atau Murba,
6.
Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia).
Tentang
Maklumat Pemerintah pada tanggal 3 Nopember Tahun 1945 tersebut, Arbi Sanit
berkomentar bahwa :
"Setelah
keluarnya Maklumat pada tanggal 3 Nopember tahun 1945, dari pada
organisasi-organisasi social dan partai politik yang sudah di bentuk, baik pada
masa kekuasaan pemerintah colonial Belanda, maupun pada masa kekuasaan Jepang.
Demikian pula dengan partai-partai politikyang baru sebagai respon atas
keluarnya maklumat tersebut."
Menurut
maklumat itu tugas partai – partai terutama ialah untuk menyalurkan aliran yang
tumbuh dan hidup didalam masyarakat, sehingga dapat mempermudah pelaksanaan
pemilu. Bedasarkan maklumat pemerintah tanggal 3 November 1945 timbulah partai
– partai politik di Indonesia laksana jamur di waktu hujan.
Pemilihan
umum yang diadakan tahun 1955 diikuti oleh 28 partai politik dan organisasi
politik. Masa ini disebut sebagai masa kejayaan partai politik. Tapi kemudian,
sistem banyak partai ternyata tidak dapat berjalan baik. Partai politik tidak
dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. Banyaknya partai politik dalam sistem
pemerintahan parlementer telah mengakibatkan tidak stabilnya pemerintah,
kabinet silih berganti dalam waktu yang relatif singkat. Banyak di antara
partai – partai tersebut kemudian dilarang atau ditolak pengakuannya oleh
pemerintah.
Pemilu
ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante yang akan
membentuk UUD baru. Ada 260 kursi DPR dan 520 kursi ditambah 14 wakil golongan
minoritas untuk konstituante yang diperebutkan. Pemilu yang dipersiapkan di
bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo dilangsungkan dalam dua
tahap yaitu tahap pertama pada 29 September 1955 yang diikuti 29 partai untuk
memilih anggota DPR dan tahap kedua pada 15 Desember 1955 untuk memilih anggota
Konstituante. Lima besar pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia 57 kursi
DPR dan 119 kursi Konstituante, Masyumi 57 kursi DPR dan 112 kursi
Konstituante, Nahdlatul Ulama 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante, dan
Partai Komunis Indonesia 39 kursi DPR dan 80 kursi Konstituante. Pemilu 1955
tidak dilanjutkan lima tahun berikutnya karena berlakunya Dekrit Presiden 5
Juli 1959 yang membubarkan Konstituante serta pembubaran DPR hasil Pemilu 1955
pada 4 Juni 1960 yang digantikan oleh DPR-Gotong Royong dan MPRS yang
anggotanya diangkat Presiden Soekarno.[6]
Pada masa demokrasi terpimpin peranan
partai politik mulai dikurangi, sedangkan di pihak lain, peranan presiden
sangat kuat. Partai politik pada saat ini dikenal dengan NASAKOM (Nasional,
Agama dan Komunis) yang diwakili oleh NU, PNI dan PKI. Pada masa Demokrasi
Terpimpin ini nampak sekali bahwa PKI memainkan peranan bertambah kuat,
terutama memalui G 30 S/PKI akhir September 1965).
D.
Masa
Orde Baru
Setelah
itu Indonesia memasuki masa Orde Baru (1965 – 1998), Partai Politik di
Indonesia hanya berjumlah 3 partai yaitu Partai Persatuan Pembangunan, Golongan
Karya, dan Partai Demokrasi Indonesia. Di masa Reformasi, Indonesia kembali
menganut sistem multi partai dan partai-partai dapat bergerak lebih leluasa
dibanding dengan masa Demokrasi Terpimpin. Pada tanggal 5 Januari 1973 NU,
PARMUSI, PSII, dan PERTI telah memfungsikan politiknya dalam satu partai
politik yang bernama Partai Persatuan Pembangunan (PPP). PNI, IPKI, Murba,
Parkindo, dan Partai Katolik pada tanggal 10 Januari 1973 telah berfusi dalam
satu wadah yang bernama Partai Demokrasi (PDI).[7]
Maka
sesuai dengan Tap MPR No VIII / 1973 , pemilihan umum yang diselenggarakan
selambat – lambatnya akhir tahun 1977 akan dikuti oleh 2 golongan politik PPP
dan PDI dan ditambah 1 Golongan Karya (GOLKAR) yang dibentuk sejak tahun 1971.
Dua partai politik dan golongan karya sebagai kesatuan politik pada masa Orde
Baru yang mengikuti pemilu pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 yang
didasarkan pada UU No. 3 Tahun 1975 yang diganti dengan UU Tahun 1985. Dengan
runtuhnya rezim Orde Baru yang ditanda tangani dengan pengunduran diri Presiden
Soeharto 21 Mei 1998 yang karena diduga melakukan banyaknya Kolusi, Korupsi,
Nepotisme (KKN).
Adapun
partai – partai yang diakui oleh pemerintah Indonesia dan yang ada pada saat
pemilihan umum tahun1971:
a)
Partai Nasional Indonesia (PNI)
b)
Nahdatul Ulama (NU)
c)
Partai Katolik
d)
Partai Indonesia (PARTINDO)
e)
Partai Murba
f)
Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)
g)
Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)
h)
Partai Kristen Indonesia (PARKINDO)
i)
Partai Islam Perti (Persatuan Tarbiah Islamiyah)
j)
Partai Muslim Indonesia (PARMUSI)
Peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang Partai Politik di Indonesia sejak masa merdeka adalah:
1. Maklumat
X Wakil Presiden Muhammad Hatta (1955)
2. Undang-Undang
Nomor 7 Pnps Tahun 1959 tentang Syarat-Syarat dan Penyederhanaan Kepartaian
3. Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 1960 tentang Pengakuan, Pengawasan, dan Pembubaran Partai-Partai
4. Undang-Undang
Nomor 3 tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya
5. Undang-Undang
Nomor 3 tahun 1985 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1975
tentang Partai Politik dan Golongan Karya
6. Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik
7. Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik
8. Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (berlaku saat ini).
Selama masa Orde Baru, pemilu
berlangsung sebanyak enam kali dari 1971 hingga 1997. Pemilu 1971
diseienggarakan pada 5 Juli 1971 dengan peserta 10 partai politik dan merupakan
pemilu pertama setelah berdirinya orde baru. Pemilu ini bertujuan memilih
anggota DPR serta anggota DPRD tingkat I Propinsi dan tingkat II Kabupaten/Kota
se-Indonesia. Untuk Propinsi Irian Jaya, ini rnerupakan pemilu pertama bagi
mereka setelah bergabung dengan Indonesia pada 1963. Lima besar dalam Pemilu
ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai Nasional Indonesia,
clan Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pada tahun 1973 terjadi penyederhanaan
partai melalui fusi partai politik. Dan pada tahun 1977 hanya terdapat 3
organisasi kekuatan politik Indonesia dan terus berlangsung hinga pada pemilu
1997. Pemilu 1977 diawali dengan fusi (penggabungan) partai-partai politik
melalui UU Nomor 3 Tahun 1975 yang menghasilkan dua partai politik (Partai
Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) dan satu Golongan Karya.
Selama pemilu Orde Baru berikutnya hingga 1998, pemilu hanya diikuti oleh tiga
partai ini. Pemilu 1977 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 2 Mei 1977
untuk memilih anggota DPR dan DPRD tingkat I da.n II. Pemilu ini dunenangkan
oleh Golongan Karya. Pemilihan umum pada 1982, 1987, dan 1992 diselenggarakan
untuk memilih anggota DPR dan DPRD tingkat I dan IL Ketiga pemilu ini
dimenangkan oleh Golongan Karya.[8]
Pemilu 1997 diselenggarakan pada 29 Mei
1997 untuk memilih anggota DPR dan DPRD tingkat I dan II. Pemilu ini
dimenangkan oleh Golongan Karya. Pemilu ini merupakan pemilu terakhir pada masa
Orde Baru. Setelah gelombang reformasi, Indonesia bersistem multi partai dan
terus berlanjut hingga sekarang.
E.
Masa
Reformasi
Perubahan
yang menonjol adalah besarnya peran partai politik dalam pemerintah, keberadaan
partai politik sangat erat dengan kiprah para elit politik, mengerahkan massa
politik, dan kian mengkristalnya kompetisi memperebutkan sumber daya politik.
Hakikat
reformasi di Indonesia adalah terampilnya partisipasi penuh kekuatan – kekuatan
masyarakat yang disalurkan melalui partai – partai politik sebagai pilar
demokrasi. Oleh karena itu tidak heran dengan adanya UU No. 2 Tahun 1999 yang
kemudian disempurnakan dengan UU No. 31 Tahun 2002 yang memungkinkan lahirnya
partai – partai baru dalam percaturan kepartaian di Indonesia. Namun dari
sekian banyak partai hanya ada 5 partai yang memperoleh suara yang signifikan
yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDIP), Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Amanat
Nasional (PAN).
Harapannya
adalah dengan kehadiran banyak partai itu jangan sampai justru menambah
ruwetnya sistem pemerintahan NKRI. Ruwetnya pemerintahan ini mengakibatkan
bangsa Indonesia akan banyak mengalami kendala untuk segera keluar dari krisis
multidevresional yang sudah berjalan. Pada pasal 1 ayat 2 Amandemen UUD 1945
dinyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang – Undang Dasar.
Perubahan
tersebut bermakna bahwa kedaulatan rakyat tidak lagi dilaksanakan sepenuhnya
oleh MPR, tetepi dilaksanakan menurut ketentuan UU No. 23. Untuk menindak
lanjuti pasal 1 ayat 2 Amandemen UUD 1945 tersebut dibuatlah UU No. 23 Tahun
2003 tentang Pemilihan Presiden Langsung. Yang dalam penjelasan antara lain
diuraikan bahwa salah satu wujud dari kedaulatan rakyat adalah penyelenggaraan
pemilihan umum baik untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD maupun untuk
memilih Presiden dan Wakil Presiden yang semuanya dilaksanakan menurut Undang –
Undang sebagai perwujudan negara hukum dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Pasal
6A UUD 1945 menyatakan bahwa:
“ Presiden dan
Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat, dan
pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik
gabungan – gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pelaksaaan pemilihan
umum “.[9]
Presiden
dan Wakil Presiden dipilih setiap 5 tahun sekali melalui pemilihan yang
dilaksanakan secara LUBER serta JURDIL ( Langsung, Umum, Bebas, Rahasia serta
Jujur dan Adil ) yang diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang
bersifat nasional tetap dan mandiri.
BAB III
KESIMPULAN
Di
Indonesia sendiri, Partai politik pertama-tama lahir dalam zaman Kolonial
Belanda sebagai manifestasi bangkitnya kesadaran nasional. Partai-partai
politik di dirikan bertujuan untuk melakukan pergerakan kearah kemerdekaan
Indonesia. Mereka melihat kemerdekaan sebagai hak setiap orang dan sekelompok
orang yang terlingkup di dalam suatu bangsa, tanpa perlu menghubungkannya
dengan aliran yang hidup dalam masyarakat, maupun ajaran agama yang di anut.
Selama
Jepang berkuasa di Indonesia, kegiatan Partai Politik dilarang, kecuali untuk
golongan Islam yang membentuk Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia
(MASYUMI). Pada masa Demokrasi Terpimpin telah tampak sekali bahwa PKI
memainkan peranan bertambah kuat, terutama memalui G 30 S/PKI akhir September
1965).
Pemilu
1997 diselenggarakan pada 29 Mei 1997 untuk memilih anggota DPR dan DPRD
tingkat I dan II. Pemilu ini dimenangkan oleh Golongan Karya. Pemilu ini
merupakan pemilu terakhir pada masa Orde Baru. Setelah gelombang reformasi,
Indonesia bersistem multi partai dan terus berlanjut hingga sekarang. Presiden
dan Wakil Presiden dipilih setiap 5 tahun sekali melalui pemilihan yang
dilaksanakan secara LUBER serta JURDIL ( Langsung, Umum, Bebas, Rahasia serta
Jujur dan Adil ) yang diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang
bersifat nasional tetap dan mandiri.
Sumber:
http://sigitwhibowo.blogspot.com/2010/04/sejarah-partai-politik-di-indonesia.html
http://philosophiaofdikaiosune.wordpress.com/2012/05/18/sejarah-partai-politik-di-dunia-dan-di-indonesia/
http://feelinbali.blogspot.com/2013/06/sejarah-partai-politik-di-indonesia.html
http://m2mexacta.blogspot.com/2013/07/sejarah-partai-politik-di-indonesia.html