Aku terjebak. Sewaktu mengunyah aku sudah
curiga, kek kenal nih sama rasanya, kunyahan pun berlanjut hingga potongan
terakhir dan masih dihantui rasa penasaran ku tanyakan sama kedua murid ku.
"Dek, ini selainya, selai apa ya?"
Tanyaku pada murid, namun kecepatan kunyahan ku semakin melambat.
"Pokat bang ustadz." Jawab mereka
polos.
Serasa
gelap dunia, mata pun perlahan berkaca-kaca, bulu kuduk seperti mau melompat
dari akarnya, batang leher pun mengembang bak katak botong, kunyahan perlahan
terhenti seraya berujar dalam hati, "Oh Tuhan, ku cinta dia, sayang dia
(owalah kok malah nyanyi), oh Tuhan, tak sanggup ku rasa." Namun, aku
teringat adab di dalam kitab موعظة الموءمنين bahwa 'tak baik mengeluarkan/memuntahkan
kunyahan makanan di depan si penjamu walau makanan tersebut tak disukai', lalu
ku ambil lah es sirup di sebelah piring kue, ku dorong kunyahan ku dengan air
tersebut.
"Bang ustadz kenapa?" tanya salah satu meraka ingin memastikan gurunya baik-baik saja.
Aku hanya menggelengkan kepala pertanda 'i'm fine', mereka paham.
"Bang ustadz kenapa?" tanya salah satu meraka ingin memastikan gurunya baik-baik saja.
Aku hanya menggelengkan kepala pertanda 'i'm fine', mereka paham.