Saat ini hak asasi manusia tidak lagi dipandang
sekadar sebagai perwujudan paham individualisme dan liberalisme seperti dahulu.
Hak asasi manusia lebih dipahami secara humanistik sebagai hak-hak yang inheren
dengan harkat martabat kemanusiaan, apa pun latar belakang ras, etnik, agama,
warna kulit, jenis kelamin dan pekerjaannya. Konsep tentang hak asasi manusia
dalam konteks modern dilatarbelakangi oleh pembacaan yang lebih manusiawi
tersebut, sehingga konsep HAM diartikan sebagai berikut:
“Konsep hak asasi manusia disifatkan sebagai suatu common
standard of achivement for all people and all nations, yaitu sebagai tolok ukur
bersama tentang prestasi kemanusiaan yang perlu dicapai oleh seluruh masyarakat
dan negara di dunia.”
Di
Indonesia, diskursus tetang penegakan hak asasi manusia juga tidak kalah
gencarnya. Keseriusan pemerintah di bidang HAM paling tidak bermula pada tahun
1997, yaitu semenjak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) didirikan
setelah diselenggarakannya Lokakarya Nasional Hak Asasi Manusia pada tahun
1991. Sejak itulah tema tentang penegakan HAM di Indonesia menjadi pembicaraan
yang serius dan berkesinambungan. Kesinambungan itu berwujud pada usaha untuk
mendudukkan persoalan HAM dalam kerangka budaya dan sistem politik nasional
sampai pada tingkat implementasi untuk membentuk jaringan kerjsama guna
menegakkan penghormatan dan perlindungan HAM tersebut di Indonesia. Meski tidak
bisa dipungkiri adanya pengaruh internasional yang menjadikan hak asasi manusia
sebagai salah satu isu global, namun penegakan hak asasi manusia di Indonesia
lebih merupakan hasil dinamika intrenal yang merespon gejala internasional
secara positif.
Beberapa
pertanyaan mendasar muncul bagaimana konsep HAM menurut undang-undang tersebut?
Sejauh mana memiliki titik relevansi dengan dinamisasi masyarakat? Bagaimana
penegakannya selama ini? Seberapa besar ia mengakomodasi nilai-nilai
universal?
Tulisan singkat ini tidak akan menjawab
semua persoalan di atas, tetapi hanya akan mencoba menelisik persoalan HAM di
Indonesia dengan melakukan pengujian terhadap instrumen UU no. 39 tahun 1999
tentang HAM secara sederhana dan melakukan studi komparatif dengan konsep HAM
dalam Islam mengingat keberadaan Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim. Pembahasan akan diawali dengan membeberkan
konsep HAM dalam kerangka UU. No. 39 tahun 1999, dilanjutkan dengan HAM dalam
perspektif Islam dan diakhiri dengan analisis berupa kajian UU tentang HAM ditinjau
dalam perspektif Islam.
A.
Konsep
HAM
“Hak
Asasi Manusia adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi
dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat
manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun
2000 tentang Pengadilan HAM).”
Hak-hak
yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia terdiri dari:
1) Hak
untuk hidup. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup,
meningkatkan taraf kehidupannya, hidup tenteram, aman, damai, bahagia,
sejahterah lahir dan batin serta memperoleh lingkungan hidup yang baik dan
sehat.
2) Hak
berkeluarga dan melanjutkan keturunan. Setiap orang berhak untuk membentuk
keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah atas kehendak
yang bebas.
3) Hak
mengembangkan diri. Setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak pengembangan
dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun masyarakat,
bangsa dan negaranya.
4) Hak
memperoleh keadilan. Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh
keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam
perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses
peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin
pemeriksaan secara obyektif oleh hakim
yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan adil dan benar.
5) Hak
atas kebebasan pribadi. Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai
keyakinan politik, mengeluarkan pendapat di muka umum, memeluk agama
masing-masing, tidak boleh diperbudak, memilih kewarganegaraan tanpa
diskriminasi, bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggal di wilayah
Republik Indonesia.
6) Hak
atas rasa aman. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, hak milik, rasa aman dan tenteram serta perlindungan
terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
7) Hak
atas kesejahteraan. Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun
bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, bangsa dan masyarakat
dengan cara tidak melanggar hukum serta mendapatkan jaminan sosial yang dibutuhkan,
berhak atas pekerjaan, kehidupan yang layak dan berhak mendirikan serikat
pekerja demi melindungi dan memperjuangkan kehidupannya.
8) Hak
turut serta dalam pemerintahan. Setiap warga negara berhak turut serta dalam
pemerintahan dengan langsung atau perantaraan wakil yang dipilih secara bebas
dan dapat diangkat kembali dalam setiap jabatan pemerintahan.
9) Hak
wanita. Seorang wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam jabatan,
profesi dan pendidikan sesuai dengan persyaratan dan peraturan
perundang-undangan. Di samping itu berhak mendapatkan perlindungan khusus dalam
pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam
keselamatan dan atau kesehatannya.
10) Hak
anak. Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat
dan negara serta memperoleh pendidikan, pengajaran dalam rangka pengembangan
diri dan tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum.
B.
HAM
dalam Perspektif Islam
ISLAM adalah agama universal yang mengajarkan keadilan
bagi semua manusia tanpa pandang bulu. Sebagai agama kemanusiaan Islam
meletakkan manusia pada posisi yang sangat mulia. Manusia digambarkan oleh
Al-Qur’an sebagai makhluk yang sempurna dan harus dimuliakan. Bersandarkan dari
pandangan kitab suci ini, perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi
manusia dalam islam tidak lain merupakan untutan dalam islam yang wajib
dilaksanakan oleh setiap pemeluknya. Dalam islam, sebagaimana dinyatakan oleh
Abu A’la al-Maududi, HAM adalah hak kodrati yang di anugrahkan oleh Allah SWT.
Akhir-akhir
ini begitu banyak orang yang menyerukan kebebasan Hak Asasi Manusia (HAM).
Dengan lantang mereka tampil kedepan mengatasnamakan kebebasan HAM. Namun
hati-hati karena justru pelanggaranlah yang sedang mereka kampanyekan.
Kebebasan HAM yang diperjuangkan tidak lagi memperhatikan hakikat hidup manusia
itu sendiri.
Islam
merupakan agama terakhir yang diturunkan oleh Allah SWT kepada hamba terpilih Muhammad SAW melalui
malaikat Jibril as untuk kemudian disampaikan kepada seluruh umat manusia.
Islam merupakan satu- satunya agama yang paling lengkap diantara agama– agama
yang pernah ada dibumi sehingga tidak dibutuhkan penambahan apalagi pengurangan
dalam setiap ajarannya.
Sejarah
telah mencatat bahwa Islam adalah agama yang pertama meletakkan dasar– dasar Hak
Asasi hidup di muka bumi, yang lantas
diadopsi oleh dunia Barat dan disesuaikan dengan HAM. Sedangkan
pemahaman mereka terhadap HAM itu sendiri terlalu liar sehingga hak– hak Allah
seringkali diabaikan dalam rangka memenuhi hajat dan keinginan nafsu mereka.
Orang yang meninggalkan shalat jika ditinjau dari konsep HAM mungkin sah– sah
saja mengingat dalam pemahaman mereka yang atheis itu adalah hak manusia yang
tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun.
Dalam
banyak hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam melarang kita untuk
menyerupai orang– orang kafir dalam segala hal. Memang jika ditinjau dari
konsep HAM setiap manusia bebas berpakaian dan bergaya menurut selera mereka.
HAM (mungkin) juga membolehkan setiap manusia melakukan apa saja yang
dikehendakinya mengingat itu adalah hak mereka. Namun bagi kita yang beragama
Islam tidak boleh mengadopsi dan menelan- mentah mentah teori HAM tersebut
Konsep
Islam melebihi konsep HAM yang merupakan hasil rekayasa manusia. Karena Islam
sangat menjunjung tinggi martabat manusia. Hal ini berbeda dengan HAM yang
justru merendahkan martabat manusia. Kita semua melihat bagaimana penyiksaan
yang dilakukan oleh Amerika terhadap para tawanan baik di Iraq, Afganistan
maupun di negara– negara jajahannya. Sebaliknya Islam sangat santun dalam
memperlakukan siapapun termasuk tawanan perang.
Bukti kongkrit lainnya adalah maraknya tindakan korupsi oleh pejabat negara liberal
termasuk Indonesia yang sudah jelas itu sama dengan merampas hak orang lain.
Kemudian tindak pelecehan terhadap kaum wanita yang mana kaum wanita itu
sendiri minta dilecehkan karena tidak menutup auratnya. Sungguh banyak orang
yang telah mendewakan HAM dan dengan bangga mereka mengajarkan teori– teori
HAM namun di saat yang sama, mereka sendiri yang melakukan pelanggaran HAM.
Kesimpulan
bijaknya adalah jangan hanya memuja- muja HAM sedangkan kewajiban sebagai
manusia ciptaan Allah tidak diindahkan. Ingat firman Allah yang artinya
:"Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah
kepada-Ku". Dengan dasar inilah diharapkan manusia dapat menempatkan HAM
pada tempat yang sebenarnya sesuai syari'at yang telah ditentukan Allah SWT.
Relevansi
Konsep HAM dalam UU No. 39 tahun 1999 dan Islam
Walaupun
tidak sampai pada tingkatan studi kritis dan dengan mencoba melakukan komparasi
secara sederhana antara konsep hak asasi manusia yang tertuang dalam UU No. 39
tahun 1999 dengan konsep HAM dalam Islam melalui pendekatan relevansional maka
studi ini bermaksud menjawab pertanyaan sejauh mana relevansi antar kedua
konsep tersebut.Untuk melakukan kajian ini penulis membagi ke dalam beberapa
domain, antara lain Ketuhanan Yang Maha Esa, keadilan, kesejahteraan bersama.
Sedangkan
dalam UU. No. 39 tahun 1999 tepatnya pada bagian “Ketentuan Umum” point 1
disebutkan bahwa hak asasi manusia merupakan sebuah hak yang melekat pada manusia
dalam eksistensinya sebagai ciptaan Tuhan dan merupakan anugerah-Nya. Artinya
persoalan penghormatan dan perlindungan HAM tidak saja menempatkan manusia pada
posisi sentral (antropocentris) akan tetapi terdapat dimensi transendental yang
juga harus diperhatikan.
Adanya
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep penegakan Ketuhanan Yang Maha
Esa, yang dalam terminologi Islam disebut tauhid tertera baik dalam Piagam
Madinah maupun UU tentang HAM.
Keadilan
tercantum secara tegas baik di dalam Islam yang tertera dalam Al-Qur’an maupun
dalam Piagam Madinah maupun di dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia dan konstitusi mana saja di dunia ini. Bahkan kata keadilan ini bergema
pada setiap ada persekutuan sosial, tidak terkecuali dalam suatu keluarga.
Keadilan, menurut Daniel Webster, adalah kebutuhan manusia yang paling luhur.
Pasal
17, 18, dan 19 UU No. 39 tahun 1999 secara umum menetapkan bahwa bahwa setiap
warga negara mempunyai hak untuk memperoleh keadilan. Tentu saja cara
mmeperolehnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan melalui mekanisme yang
telah diatur. Semua perkara, kasus, dan sengketa yang terjadi dalam masyarakat
harus diselesaikan melalui jalur hukum.
Dalam
pasal 36 UU No. 39 tahun 1999 disebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak untuk
memiliki demi pengembangan dirinya dengan cara yang tidak melanggar hukum.
Lebih jauh lagi dalam pasal 27 (2) UUD 1945 ditetapkan bahwa tiap-tiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Hak
untuk mendapatkan kesejahteraan dalam Islam merupakan salah satu yang
diutamakan. Ajaran zakat, infaq dan sodaqoh merupakan bentuk kepedulian Islam
terhdapa terciptanya kesejahteraan bersama dan kebebasan dari kemiskinan.
Selain itu, Islam juga sangat mengutamakan kebersamaan dan menganjurkan tolong
menolong terutama terhadap kaum miskin dan lemah dan oleh karena itu, Islam
mengharamkan riba.
Secara
historis, berbicara tentang konsep HAM menurut Islam dapat dilihat dari isi
Piagam Madinah. Pada alenia awal yang merupakan “Pembukaan” tertulis sebagai
berikut:
"Terdapat sedikitnya lima makna pokok
kandungan alenia tersebut, yaitu pertama, penempatan nama Allah SWT pada posisi
terata, kedua, perjanjian masyarakat (social contract) tertulis, ketiga,
kemajemukan peserta, keempat, keanggotaan terbuka (open membership), dan
kelima, persatuan dalam ke-bhineka-an (unity in diversity).
Hak
asasi manusia yang terkandung dalam Piagam Madinah dapat diklasifikasi menjadi
tiga, yaitu hak untuk hidup, kebebasan, dan hak mencari kebahagiaan.
1. Hak untuk hidup
Pasal
14 mencantumkan larangan pembunuhan terhadap orang mukmin untuk kepentingan
orang kafir dan tidak boleh membantu orang kafir untuk membunuh orang mukmin.
Bahkan pada pasal 21 memberikan ancaman pidana mati bagi pembunuh kecuali bila
pembunuh tersebut dimaafkan oleh keluarga korban.
2. Kebebasan
Dalam
konteks ini, kebebasan dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu:
a.
Kebebasan mengeluarkan pendapat
Musyawarah
merupakan salah satu media yang diatur dalam Islam dalam menyelesaikan perkara
yang sekaligus merupakan bentuk penghargaan terhadap kebebasan mengeluarkan
pendapat.
b.
Kebebasan beragama
Kebebasan
memeluk agama masing-masing bagi kaum Yahudi dan kaum Muslim tertera di dalam
pasal 25.
c.
Kebebasan dari kemiskinan
Kebebasan
ini harus diatasi secara bersama, tolong menolong serta saling berbuat kebaikan
terutama terhadap kaum yang lemah. Di dalam Konstitusi Madinah upaya untuk hal
ini adalah upaya kolektif bukan usaha individual seperti dalam pandanagn Barat.
d.
Kebebasan dari rasa takut
Larangan
melakukan pembunuhan, ancaman pidana mati bagi pelaku, keharusan hidup
bertetangga secara rukun dan dami, jaminan keamanan bagi yang akan keluar dari
serta akan tinggal di Madinah merupakan bukti dari kebebasan ini.
3. Hak
mencari kebahagiaan
Dalam
Piagam Madinah, seperti diulas sebelumnya, meletakkan nama Allah SWT pada
posisi paling atas, maka makna kebahagiaan itu bukan hanya semata-mata karena
kecukupan materi akan tetapi juga harus berbarengan dengan ketenangan batin.
Terdapat
dua prinsip pokok HAM dalam Piagam Madina. Pertama, semua pemelik Islam adalah
satu umat walaupun mereka berbeda suku bangsa. Kedua, hubungan antara
komunikasi muslim dengan nonmuslim didasarkan pada prinsip-prinsip:
1) Berinteraksi
secara baik dengan tetangga.
2) Saling
membantu dalam menghadapi musuh bersama.
3) Membela
mereka yang teraniaya.
4) Saling
menasehati.
5) Menghormati
kebebasan bersama.
Pandangan
insklusif kemanusiaan piagam madinah kemudian menjadi semangat deklarasi HAM
Islam di Kairo,deklarasi ini dikenal dengan nama Deklarasi Kairo yang lahir
pada 5 Agustus tahun 1990.
Oleh: NISA HARDIANSYI