Rabu, 07 Februari 2024

Apa Kabar dengan Literasi Kita?

UNESCO memasukkan Indonesia pada daftar peringkat literasi dunia, kabar kurang baik, negeri kita bernama Indonesia ini menduduki peringkat kedua, bukan dari atas, melainkan peringkat kedua dari bawah. Terbayang enggak daftarnya itu sampai urutan berapa? Yang jelas, hal itu sangat memprihatinkan. Dalam artian, minat baca orang-orang kita terbilang sangat rendah. UNESCO mencatat bahwa minat baca orang-orang Indonesia sangat rendah, sekitar 0,001%. Berarti, dari 1000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang suka dan rajin baca, wow, 1 banding 1000.

Penelitian berbeda datang dari Central Connecticut State University sekitar Maret 2016 lalu dengan tajuk World’s Most Literate Nations Ranked, menempatkan Indonesia pada posisi ke-60 dari 61 negara tentang minat baca, di bawahnya diduduki oleh Bostwana (61) dan di atasnya ditempati oleh Thailand (59).

Fakta-fakta di atas tentu mengundang tanya bagi kita, kenapa hal itu bisa terjadi? Banyak faktor yang menyebabkan literasi di negeri kita mendapatkan rangking yang begitu ironi. Padahal, setahu penulis, para tokoh dan cendikiawan kita dulu sangat menggeluti dunia literasi, seperti bapak proklamasi kita sekaligus wakil presiden pertama Indonesia, yakni Mohammad Hatta sehingga beliau digelari sebagai salah satu tokoh literasi bangsa. Tak hanya beliau, nama seperti R.A. Kartini, Ir. Soekarno, B.J. Habibie, dan K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) juga merupakan tokoh literasi bangsa. Kenapa semangat literasi mereka tidak banyak menulari generasi bangsa kita? 

Kata literasi secara etimologi berasal dari bahasa latin yakni literatus yang berarti orang yang belajar. Sedangkan, secara terminologi literasi diartikan kepada serangkaian kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.

Sulzby, Graff, dan Goody hanya membatasi pengertian literasi pada sekat membaca dan menulis saja. Sementara, Webster dan Alberta mengartikan literasi senada dengan pengertian secara terminologi di atas, yakni tak hanya membatasi kemelekan individu pada membaca dan menulis saja, bahkan merambah kepada pemahaman ide-ide yang bersifat visual dan dapat berpikir kritis dalam memecahkan suatu masalah sehingga berefek kepada pengembangan potensi dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat.

Saat ini literasi sedang kembali digaungkan di negeri kita melalui kanal pendidikan baik dari pendidikan dasar, menengah hingga pendidikan tinggi. Sebagaimana di tingkat dasar misalnya, terdapat 6 literasi yang perlu diketahui dan dimiliki yakni meliputi; 1) literasi baca tulis, 2) literasi numerasi, 3) literasi sains, 4) literasi digital, 5) literasi finansial, dan 6) literasi budaya dan kewargaan. Namun, di dalam tulisan yang singkat ini penulis tidak bermaksud memaparkan ke 6 macam di atas baik secara definisi maupun praktik dengan penjelasan yang luas dan detail, melainkan, penulis ingin mengajak kepada para sidang pembaca untuk ikut memikirkan kenapa tingkat minat dan daya tawar literasi kita terbilang rendah sebagaimana yang telah penulis singgung pada pendahuluan di atas.

Faktor utama yang paling mendasar – sebatas bacaan dan pengamatan penulis – adalah masyarakat kita yang belum atau kurang memiliki kebiasaan membaca. Dalam artian, membaca belum menjadi habit oleh masyarakat kita, padahal bila telah menjadi habit, maka teguran-teguran yang sering dilontarkan teman-teman di WAG tak akan terucap, “mohon, bapak/ibu agar literasi terlebih dahulu sebelum mengomentari”. Ini fakta kecil loh, menunjukkan bahwa tingkat kemalasan sebagian besar masyarakat kita tinggi. Tiada salahnya bersabar membaca perlahan info yang disebar, pahami, baru bisa mengomentari, yang sering terjadi, belum dibaca sudah langsung bertanya. 

Hal di atas barangkali berkaitan dengan fakta pengamalan literasi digital karena media baca dimaksud berlangsung dengan menggunakan instrumen teknologi. Belum lagi bila kita melihat bahwa daya dan kemauan membaca buku sudah mulai perlahan ditinggalkan, padahal pepatah Arab ada mengatakan خير جليس في الزمان كتاب  yang artinya adalah sebaik-baik teman duduk di setiap waktu adalah buku. Dalam artian bahwa buku sebagai media baca yang sangat produktif dibanding media digital seperti hape, laptop, dan alat elektronik lainnya. Kenapa penulis katakan produktif? Hal ini terkait pengalaman pribadi, ketika membaca naskah selain dari buku akan banyak godaan, notifikasi media sosial seakan berebut masuk sehingga sewaktu membaca buku berbentuk e-book menjadi tidak efektif dan muaranya produktivitas bacaan tidak didapatkan dengan maksimal.

Agar tulisan ini tidak terlalu melebar, solusi yang dapat penulis tawarkan adalah kembali ke buku dan memulai bacaan dari buku, walaupun terasa malas mau membaca buku, paling tidak pegang buku tersebut, kalau bisa buka lembar demi lembar, pasti akan ada yang terbaca walau sedikit. Kalau terasa membaca itu bikin mata mengantuk, cuci muka, banyak cara yang bisa dibuat agar habit membaca ditumbuhkan. Lihatlah betapa kebanyakan orang-orang besar terlahir dari circle mereka yang menjadikan aktivitas membaca menjadi habit.  

Kesimpulannya, barangkali sebagai sugesti diri bahwa membaca mendapatkan banyak efek dan manfaat yakni; 1) menjadikan kita pintar, 2) menambah pengetahuan dan informasi, dan 3) memperbanyak ide. Nah, dengan beberapa manfaat tersebut mudah-mudahan diri ter-sugesti dan termotivasi menjadikan aktivitas membaca menjadi habit ke depannya.

Ketika kita mampu menjadikan aktivitas membaca menjadi habit di dalam kehidupan sehari-hari baik di mana saja dan kapan saja, maka tantangan pendidikan (literasi) di 78 tahun kemerdekaan ini telah dengan mudah kita taklukkan bersama. So, apa kabar dengan literasi kita? semoga baik-baik saja dan semakin meningkat hingga masa ke masa, Amin.

Bahan Bacaan:

https://www.kominfo.go.id/content/detail/10862/teknologi-masyarakat-indonesia-malas-baca-tapi-cerewet-di-medsos/0/sorotan_media. Diakses tanggal 29 Agustus 2023.

https://id.wikipedia.org/wiki/Literasi. Diakses tanggal 29 Agustus 2023.

https://sevima.com/dunia-kampus/pengertian-literasi-menurut-para-ahli-tujuan-manfaat-jenis-dan-prinsip. Diakses tanggal 29 Agustus 2023.

https://ditpsd.kemdikbud.go.id/artikel/detail/yuk-mengenal-6-literasi-dasar-yang-harus-kita-ketahui-dan-miliki. Diakses tanggal 30 Agustus 2023. 

NB: Tulisan ini pernah diperlombakan dan masuk 50 besar (peringkat ke 48) Se-Sumatera Utara.

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar