Rabu, 06 November 2013

Sejarah Partai Politik di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
Partai politik lahir di negara-negara Eropa Barat bersamaan dengan gagasan bahwa rakyat merupakan fakta yang menentukan dalam proses politik. Dalam hal ini partai politik berperan sebagai penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di lain pihak. Maka dalam perkembangannya kemudian partai politik dianggap sebagai menifestasi dari suatu sistem politik yang demokratis, yang mewakili aspirasi rakyat.
            Pada permulaannya peranan partai politik di negara-negara Barat bersifat elitis dan aristokratis, dalam arti terutama mempertahankan kepentingan golongan bangsawan terhadap tuntutan raja, namun dalam perkembangannya kemudian peranan tersebut meluas dan berkembang ke segenap lapisan masyarakat. Pada perkembangan selanjutnya, partai politik mempengaruhi dan berkembang di negara-negara baru, yaitu di Asia dan Afrika. Partai politik di negara-negara jajahan sering berperan sebagai pemersatu aspirasi rakyat dan penggerak ke arah persatuan nasional yang bertujuan mencapai kemerdekaan. Hal ini terjadi di Indonesia serta India.
            Di sini penulis di percayakan dari dosen pengampu untuk membahas sekelumit pembahasan yang berjudul “Sejarah Partai Politik di Indonesia”. Menyajikannya dalam bentuk makalah yang insya Allah akan menjadi materi diskusi di kelas nantinya.

BAB II
PEMBAHASAN
           Pentingnya sejarah partai politik penulis uraikan pada tulisan ini, sebagai pertimbangan bahwa sejarah pada hakekatnya mengungkap berbagai peristiwa besar pada masa lalu, agar dapat di jadikan bahan penunjang dan pembanding kenyataan di era saat ini dalam proses ke era yang akan datang. Orang pandai sering berkata bahwa hari ini adalah produk hari kemarin dan yang akan mempengaruhi hari esok. Demikian juga halnya dengan sejarah Partai politik di Indonesia merupakan produk masa lalu yang perlu di ungkap dan di kaji kembali agar dapat di manfaatkan dalam menyikapi perkembangan partai politik di Indonesia, baik pada era saat ini dan terlebih lagi di era yang akan datang.
Me-review tentang sejarah parpol di Indonesia dari sejak dulu kala hingga saat sekarang memang penuh liku-liku dan menarik. Tapi yang jelas, sejarah parpol di Indonesia sangat panjang dan menarik untuk kita telusuri. Sejarah kemunculan partai politik di Indonesia dapat digolongkan dalam beberapa periode perkembangan, dengan setiap masa waktu mempunyai ciri dan tujuan masing-masing, yaitu: Masa penjajahan Belanda, Masa pedudukan Jepang dan masa merdeka.
A.    Masa penjajahan Belanda
Berbicara sejarah partai politik di Indonesia, pada dasarnya harus di mulai dengan adanya organisasi kemasyarakatan yang memposisikan diri dalam perjuangan di bidang pendidikan dan pengajaran. Organisasi kemasyarakatan yang di maksud adalah Budi Utomo, yang di dirikan pada tanggal 20 Mei 1908 oleh Dokter Wahidin Soedirohoesodo. Walaupun Budi Utomo di bentuk hanya sebagai organisasi sosial, namun jati dirinya melekat rasa perjuangan melawan kolonial Belanda. Oleh sebab itu, Budi Utomo Merupakan cikal bakal berdirinya partai politik di era pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Pada zaman penjajahan Belanda, partai – partai politik tidak dapat hidup tenteram. Tiap partai yang bersuara menentang atau bergerak tegas, akan segera dilarang, pemimpinnya ditangkap dan dipenjarakan atau diasingkan. Partai politik yang pertama lahir di Indonesia adalah Indische Partij yang didirikan pada tanggal 25 Desember 1912 di Bandung dan dipimpin oleh Tiga Serangkai, yaitu Dr. Setiabudi, Dr. Cipto Mangunkusumo, dan Ki Hadjar Dewantara. Tujuan partai itu adalah Indonesia lepas dari Belanda. Partai itu hanya berusia 8 bulan karena ketiga pemimpin masing- masing dibuang ke Kupang, Banda, dan Bangka, kemudian diasingkan ke Belanda.[1]
Masa ini disebut sebagai periode pertama lahirnya partai politik di Indoneisa. Lahirnya partai menandai adanya kesadaran nasional. Pada masa itu semua organisasi baik yang bertujuan sosial seperti Budi Utomo dan Muhammadiyah, ataupun yang berasaskan politik agama dan sekuler seperti Serikat Islam, PNI dan Partai Katolik, ikut memainkan peranan dalam pergerakan nasional untuk Indonesia merdeka.
Kehadiran partai politik pada masa permulaan merupakan menifestasi kesadaran nasional untuk mencapai kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Setelah didirikan Dewan Rakyat , gerakan ini oleh beberapa partai diteruskan di dalam badan ini. Perlu di jelaskan bahwa partai politik pada zaman pra kemerdekaan pada umumnya bertujuan untuk meperjuangkan tercapainya cita-cita Indonesia ke depan.
Setelah Indische Partij di bubarkan oleh pemerintah Kolonial Belanda, maka pada tahun 1919 kembali di dirikannya National Indische Partij (NIP) yang kemudian di susul lahirnya partai-partai politik baru, antara lain :
1). Indische Social Democratische Vereniging (ISDV),
2). Partai Nasional Indonesia,
3). Partai Indonesia,
4), Partai Indonesia Raya,
5), Serekat Islam,
6), Partai Katolik, dan lain-lain.[2]
Partai-partai politik ini di dirikan bertujuan untuk melakukan pergerakan kearah kemerdekaan Indonesia. Mereka melihat kemerdekaan sebagai hak setiap orang dan sekelompok orang yang terlingkup di dalam suatu bangsa, tanpa perlu menghubungkannya dengan aliran yang hidup dalam masyarakat, maupun ajaran agama yang di anut.
Pada tahun 1939 terdapat beberapa fraksi di dalam Dewan Rakat, yaitu Fraksi Nasional di bawah pimpinan M. Husni Thamin, PPBB (Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi Putera) di bawah pimpinan Prawoto dan Indonesische Nationale Groep di bawah pimpinan Muhammad Yamin.
Di luar dewan rakyat ada usaha untuk mengadakan gabungan partai politik dan menjadikannya semacam dewan perwakilan rakyat. Pada tahun 1939 dibentuk KRI (Komite Rakyat Indoneisa) yang terdiri dari GAPI (Gabungan Politik Indonesia) yang merupakan gabungan dari partai-partai yang beraliran nasional, MIAI (Majelis Islami) yang merupakan gabungan partai-partai yang beraliran Islam yang terbentuk tahun 1937, dan MRI (Majelis Rakyat Indonesia) yang merupakan gabungan organisasi buruh.[3]
Pada tahun 1939 di Hindia Belanda telah terdapat beberapa fraksi dalam volksraad yaitu Fraksi Nasional, Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi-Putera, dan Indonesische Nationale Groep. Sedangkan di luar volksraad ada usaha untuk mengadakan gabungan dari Partai-Partai Politik dan menjadikannya semacam dewan perwakilan nasional yang disebut Komite Rakyat Indonesia (K.R.I). Di dalam K.R.I terdapat Gabungan Politik Indonesia (GAPI), Majelisul Islami A’laa Indonesia (MIAI) dan Majelis Rakyat Indonesia (MRI). Fraksi-fraksi tersebut di atas adalah merupakan partai politik – partai politik yang pertama kali terbentuk di Indonesia.
B.     Masa pendudukan Jepang
Pemerintahan militer Jepang mula- mula melarang dan membubarkan partai- partai politik yang telah ada. Namun kemudian disetujui berdirinya partai politik yang bernama Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) di bawah pimpinan “ Empat Serangkai “, yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Ki Hadjar Dewantara, K.H Mansyur. Atas perintah pemerintah Jepang partai ini kemudian dibubarkan pada bulan Maret 1944.[4]
Pada masa ini, semua kegiatan partai politik dilarang, hanya golongan Islam diberi kebebasan untuk membentuk partai Masyumi, yang lebih banyak bergerak di bidang sosial. Selama Jepang berkuasa di Indonesia, kegiatan Partai Politik dilarang, kecuali untuk golongan Islam yang membentuk Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI).
C.    Masa Merdeka (mulai 1945)
Setelah merdeka, Indonesia menganut sistem Multi Partai sehingga terbentuk banyak sekali Partai Politik. Dan dipertimbangkan semula untuk memusatkan tenaga perjuangan rakyat hanya dalam satu partai saja. Pertimbangan itu kemudian dilepaskan pada tanggal 3 November 1945. Pemerintah RI mengeluarkan suatu maklumat yang antara lain:
A.    Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik, karna dengan adanya partai-partai itulah segala aliran paham yang ada dalam masyarakat dapat di pimpin kejalan yang teratur,
B.     Pemerintah berharap supaya partai-partai itu telah tersusun sebelum di langsungkan pemilihan anggota badan-badan perwakilan rakyat dalam bulan januari 1946.[5]
Adanya Maklumat pemerintah tersebut, ternyata mendapat respon positif dari masyarakat dan elit politik pada saat itu, yang di tandai dengan berdirinya partai-partai politik, seperti :
1. Partai Sosialis,
2. Partai Buruh Indonesia,
3. Partai Nasional Indonesia (PNI),
4. Partai Komunis Indonesia (PKI),
5. Partai Rakyat Jelata atau Murba,
6. Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia).
Tentang Maklumat Pemerintah pada tanggal 3 Nopember Tahun 1945 tersebut, Arbi Sanit berkomentar bahwa :
"Setelah keluarnya Maklumat pada tanggal 3 Nopember tahun 1945, dari pada organisasi-organisasi social dan partai politik yang sudah di bentuk, baik pada masa kekuasaan pemerintah colonial Belanda, maupun pada masa kekuasaan Jepang. Demikian pula dengan partai-partai politikyang baru sebagai respon atas keluarnya maklumat tersebut."
Menurut maklumat itu tugas partai – partai terutama ialah untuk menyalurkan aliran yang tumbuh dan hidup didalam masyarakat, sehingga dapat mempermudah pelaksanaan pemilu. Bedasarkan maklumat pemerintah tanggal 3 November 1945 timbulah partai – partai politik di Indonesia laksana jamur di waktu hujan.
Pemilihan umum yang diadakan tahun 1955 diikuti oleh 28 partai politik dan organisasi politik. Masa ini disebut sebagai masa kejayaan partai politik. Tapi kemudian, sistem banyak partai ternyata tidak dapat berjalan baik. Partai politik tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. Banyaknya partai politik dalam sistem pemerintahan parlementer telah mengakibatkan tidak stabilnya pemerintah, kabinet silih berganti dalam waktu yang relatif singkat. Banyak di antara partai – partai tersebut kemudian dilarang atau ditolak pengakuannya oleh pemerintah.
Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante yang akan membentuk UUD baru. Ada 260 kursi DPR dan 520 kursi ditambah 14 wakil golongan minoritas untuk konstituante yang diperebutkan. Pemilu yang dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo dilangsungkan dalam dua tahap yaitu tahap pertama pada 29 September 1955 yang diikuti 29 partai untuk memilih anggota DPR dan tahap kedua pada 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante. Lima besar pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia 57 kursi DPR dan 119 kursi Konstituante, Masyumi 57 kursi DPR dan 112 kursi Konstituante, Nahdlatul Ulama 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante, dan Partai Komunis Indonesia 39 kursi DPR dan 80 kursi Konstituante. Pemilu 1955 tidak dilanjutkan lima tahun berikutnya karena berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang membubarkan Konstituante serta pembubaran DPR hasil Pemilu 1955 pada 4 Juni 1960 yang digantikan oleh DPR-Gotong Royong dan MPRS yang anggotanya diangkat Presiden Soekarno.[6]
Pada masa demokrasi terpimpin peranan partai politik mulai dikurangi, sedangkan di pihak lain, peranan presiden sangat kuat. Partai politik pada saat ini dikenal dengan NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang diwakili oleh NU, PNI dan PKI. Pada masa Demokrasi Terpimpin ini nampak sekali bahwa PKI memainkan peranan bertambah kuat, terutama memalui G 30 S/PKI akhir September 1965).
D.    Masa Orde Baru
Setelah itu Indonesia memasuki masa Orde Baru (1965 – 1998), Partai Politik di Indonesia hanya berjumlah 3 partai yaitu Partai Persatuan Pembangunan, Golongan Karya, dan Partai Demokrasi Indonesia. Di masa Reformasi, Indonesia kembali menganut sistem multi partai dan partai-partai dapat bergerak lebih leluasa dibanding dengan masa Demokrasi Terpimpin. Pada tanggal 5 Januari 1973 NU, PARMUSI, PSII, dan PERTI telah memfungsikan politiknya dalam satu partai politik yang bernama Partai Persatuan Pembangunan (PPP). PNI, IPKI, Murba, Parkindo, dan Partai Katolik pada tanggal 10 Januari 1973 telah berfusi dalam satu wadah yang bernama Partai Demokrasi (PDI).[7]
Maka sesuai dengan Tap MPR No VIII / 1973 , pemilihan umum yang diselenggarakan selambat – lambatnya akhir tahun 1977 akan dikuti oleh 2 golongan politik PPP dan PDI dan ditambah 1 Golongan Karya (GOLKAR) yang dibentuk sejak tahun 1971. Dua partai politik dan golongan karya sebagai kesatuan politik pada masa Orde Baru yang mengikuti pemilu pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 yang didasarkan pada UU No. 3 Tahun 1975 yang diganti dengan UU Tahun 1985. Dengan runtuhnya rezim Orde Baru yang ditanda tangani dengan pengunduran diri Presiden Soeharto 21 Mei 1998 yang karena diduga melakukan banyaknya Kolusi, Korupsi, Nepotisme (KKN).
Adapun partai – partai yang diakui oleh pemerintah Indonesia dan yang ada pada saat pemilihan umum tahun1971:
a) Partai Nasional Indonesia (PNI)
b) Nahdatul Ulama (NU)
c) Partai Katolik
d) Partai Indonesia (PARTINDO)
e) Partai Murba
f) Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)
g) Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)
h) Partai Kristen Indonesia (PARKINDO)
i) Partai Islam Perti (Persatuan Tarbiah Islamiyah)
j) Partai Muslim Indonesia (PARMUSI)
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Partai Politik di Indonesia sejak masa merdeka adalah:
1.      Maklumat X Wakil Presiden Muhammad Hatta (1955)
2.      Undang-Undang Nomor 7 Pnps Tahun 1959 tentang Syarat-Syarat dan Penyederhanaan Kepartaian
3.      Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1960 tentang Pengakuan, Pengawasan, dan Pembubaran Partai-Partai
4.      Undang-Undang Nomor 3 tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya
5.      Undang-Undang Nomor 3 tahun 1985 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya
6.      Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik
7.      Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik
8.      Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (berlaku saat ini).
Selama masa Orde Baru, pemilu berlangsung sebanyak enam kali dari 1971 hingga 1997. Pemilu 1971 diseienggarakan pada 5 Juli 1971 dengan peserta 10 partai politik dan merupakan pemilu pertama setelah berdirinya orde baru. Pemilu ini bertujuan memilih anggota DPR serta anggota DPRD tingkat I Propinsi dan tingkat II Kabupaten/Kota se-Indonesia. Untuk Propinsi Irian Jaya, ini rnerupakan pemilu pertama bagi mereka setelah bergabung dengan Indonesia pada 1963. Lima besar dalam Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai Nasional Indonesia, clan Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pada tahun 1973 terjadi penyederhanaan partai melalui fusi partai politik. Dan pada tahun 1977 hanya terdapat 3 organisasi kekuatan politik Indonesia dan terus berlangsung hinga pada pemilu 1997. Pemilu 1977 diawali dengan fusi (penggabungan) partai-partai politik melalui UU Nomor 3 Tahun 1975 yang menghasilkan dua partai politik (Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) dan satu Golongan Karya. Selama pemilu Orde Baru berikutnya hingga 1998, pemilu hanya diikuti oleh tiga partai ini. Pemilu 1977 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 2 Mei 1977 untuk memilih anggota DPR dan DPRD tingkat I da.n II. Pemilu ini dunenangkan oleh Golongan Karya. Pemilihan umum pada 1982, 1987, dan 1992 diselenggarakan untuk memilih anggota DPR dan DPRD tingkat I dan IL Ketiga pemilu ini dimenangkan oleh Golongan Karya.[8]
Pemilu 1997 diselenggarakan pada 29 Mei 1997 untuk memilih anggota DPR dan DPRD tingkat I dan II. Pemilu ini dimenangkan oleh Golongan Karya. Pemilu ini merupakan pemilu terakhir pada masa Orde Baru. Setelah gelombang reformasi, Indonesia bersistem multi partai dan terus berlanjut hingga sekarang.
E.     Masa Reformasi
Perubahan yang menonjol adalah besarnya peran partai politik dalam pemerintah, keberadaan partai politik sangat erat dengan kiprah para elit politik, mengerahkan massa politik, dan kian mengkristalnya kompetisi memperebutkan sumber daya politik.
Hakikat reformasi di Indonesia adalah terampilnya partisipasi penuh kekuatan – kekuatan masyarakat yang disalurkan melalui partai – partai politik sebagai pilar demokrasi. Oleh karena itu tidak heran dengan adanya UU No. 2 Tahun 1999 yang kemudian disempurnakan dengan UU No. 31 Tahun 2002 yang memungkinkan lahirnya partai – partai baru dalam percaturan kepartaian di Indonesia. Namun dari sekian banyak partai hanya ada 5 partai yang memperoleh suara yang signifikan yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Harapannya adalah dengan kehadiran banyak partai itu jangan sampai justru menambah ruwetnya sistem pemerintahan NKRI. Ruwetnya pemerintahan ini mengakibatkan bangsa Indonesia akan banyak mengalami kendala untuk segera keluar dari krisis multidevresional yang sudah berjalan. Pada pasal 1 ayat 2 Amandemen UUD 1945 dinyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang – Undang Dasar.
Perubahan tersebut bermakna bahwa kedaulatan rakyat tidak lagi dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR, tetepi dilaksanakan menurut ketentuan UU No. 23. Untuk menindak lanjuti pasal 1 ayat 2 Amandemen UUD 1945 tersebut dibuatlah UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden Langsung. Yang dalam penjelasan antara lain diuraikan bahwa salah satu wujud dari kedaulatan rakyat adalah penyelenggaraan pemilihan umum baik untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD maupun untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang semuanya dilaksanakan menurut Undang – Undang sebagai perwujudan negara hukum dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 6A UUD 1945 menyatakan bahwa:
“ Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat, dan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik gabungan – gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pelaksaaan pemilihan umum “.[9]
Presiden dan Wakil Presiden dipilih setiap 5 tahun sekali melalui pemilihan yang dilaksanakan secara LUBER serta JURDIL ( Langsung, Umum, Bebas, Rahasia serta Jujur dan Adil ) yang diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional tetap dan mandiri.

BAB III
KESIMPULAN
Di Indonesia sendiri, Partai politik pertama-tama lahir dalam zaman Kolonial Belanda sebagai manifestasi bangkitnya kesadaran nasional. Partai-partai politik di dirikan bertujuan untuk melakukan pergerakan kearah kemerdekaan Indonesia. Mereka melihat kemerdekaan sebagai hak setiap orang dan sekelompok orang yang terlingkup di dalam suatu bangsa, tanpa perlu menghubungkannya dengan aliran yang hidup dalam masyarakat, maupun ajaran agama yang di anut.
Selama Jepang berkuasa di Indonesia, kegiatan Partai Politik dilarang, kecuali untuk golongan Islam yang membentuk Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI). Pada masa Demokrasi Terpimpin telah tampak sekali bahwa PKI memainkan peranan bertambah kuat, terutama memalui G 30 S/PKI akhir September 1965).
Pemilu 1997 diselenggarakan pada 29 Mei 1997 untuk memilih anggota DPR dan DPRD tingkat I dan II. Pemilu ini dimenangkan oleh Golongan Karya. Pemilu ini merupakan pemilu terakhir pada masa Orde Baru. Setelah gelombang reformasi, Indonesia bersistem multi partai dan terus berlanjut hingga sekarang. Presiden dan Wakil Presiden dipilih setiap 5 tahun sekali melalui pemilihan yang dilaksanakan secara LUBER serta JURDIL ( Langsung, Umum, Bebas, Rahasia serta Jujur dan Adil ) yang diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional tetap dan mandiri.

Sumber:
http://sigitwhibowo.blogspot.com/2010/04/sejarah-partai-politik-di-indonesia.html
http://philosophiaofdikaiosune.wordpress.com/2012/05/18/sejarah-partai-politik-di-dunia-dan-di-indonesia/
http://feelinbali.blogspot.com/2013/06/sejarah-partai-politik-di-indonesia.html
http://m2mexacta.blogspot.com/2013/07/sejarah-partai-politik-di-indonesia.html




[1] http://m2mexacta.blogspot.com/2013/07/sejarah-partai-politik-di-indonesia.html
[2] http://feelinbali.blogspot.com/2013/06/sejarah-partai-politik-di-indonesia.html
[5] http://philosophiaofdikaiosune.wordpress.com/2012/05/18/sejarah-partai-politik-di-dunia-dan-di-indonesia/
[6] http://sigitwhibowo.blogspot.com/2010/04/sejarah-partai-politik-di-indonesia.html
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar