Selasa, 06 April 2021

Nangka dicuri, diikhlaskan, termasuk sedekah?

Sebenarnya aku tak mau menceritakan hal sepertinya sepele ini, tapi aku pengen tahu apa kira-kira tanggapan teman-teman setelah ku ceritakan, tanggapan bisa dari sudut pandang hukum Islam atau kacamata sufistik.

            Kebiasaan hari libur, aku bersama istri dan kedua anak ku bermalas-malasan di kamar hingga terasa perut lapar, barulah keluar, masak, dan membuka pintu dapur. Entah kenapa leher ku spontan tergerak menengadahkan kepala ku ke arah pohon nangka sebatang warisan penghuni rumah sebelum kami. Aku setengah terkejut dari 12 buah yang sudah ku bungkusi goni - supaya nangkanya pas mateng cantik dan semanis madu - "raib" 8 goni dengan spesifikasi 6 goni sudah besar hanya menunggu sekitar 2 minggu lagi matengnya atau nangka muda yang sudah bisa dijadikan sayur gori, dan 2 goninya barulah sebesar dua kepalan tangan orang dewasa, tersisa 4 goni lagi yang baru sebesar dua kepalan tangan orang dewasa.

            Kecewa, sedih, gondok, kesal, itu pasti, manusiawi. Karena apa, aku sengaja merawat buah-buah nangka itu sebaik mungkin agar bisa ku sedekahkan ke tetangga, kerabat, dan orang-orang lainnya, sudah ku tandai pun satu persatu, bila mateng akan ku sedekahkan, bahkan untuk mesjid di hari jumat. Namun, apalah daya, nangka itu kini sudah raib, entah siapa yang mengambilnya, karena ku lihat bekas tangkai yang dipotong rapi. Istri ku menduga orang yang mengambilnya berinisial "R" karena diketahui warga sini ia emang suka mengambili hasil pohon warga tanpa sepengetahuan empunya, lalu dijual entah kemana, emang kadang pernah ku lihat ia bawa daun ubi dan pisang, entah dipinta entah diambilnya saja aku tak tahu, tetapi riwayat "ngutil"nya itu sudah dimaklumi warga sini sebab pengaruh obat terlarang ia seperti orang yang setengah waras.

            Baik waras atau pun tidak, yang pasti jadi pelajaran bagi ku, seraya aku meminta kepada Tuhan di hari yang berkah ini, " Ya Rabb, ikhlaskan lah hati ini, bila telah ikhlas, hitunglah menjadi sedekah di hari ini, āmīn". Memang secara status, bukan utuh pohon ku, bukan aku yang menanamnya, hanya warisan dari penghuni lama, tetapi yang ku kesalkan buah-buah itu diambil oleh orang tak tepat, bukan dengan jalan sedekah.

            Aku jadi teringat kisah di dalam buku "Tadzkiratul Auliya" karangan Syeikh Fariduddin Attar bahwa diceritakan pernah suatu malam rumah seorang hamba Allah - salah seorang sufi yang aku lupa namanya - di masuki maling, sang sufi tahu bahwa maling itu sedang celingukan ke sana kemari di dalam rumah mencari barang berharga dan akhirnya ketemu nampan tembaga - karena memang rumah sang sufi tersebut tidak ada barang yang berharga selain nampan itu. Sadar si maling bahwa sang empunya rumah tahu dengan aksinya dan membiarkannya, lalu maling menjadi bingung seraya bertanya, "kenapa tuan tidak mencegah aksi ku?", dengan entengnya sang sufi menjawab, "mungkin tuan lebih membutuhkannya dari pada aku, maka ambil lah yang lain, kemudian keluar dan tutup pintu, karena aku mau berurusan dengan Tuhan ku sekarang". Mendengar itu, si maling pun jatuh tersungkur, menangisi aksinya, lalu akhirnya menjadi murid sang sufi tersebut.

Salam, menuju bulan penuh berkah.

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar