Jumat, 09 November 2012

Sertifikasi Guru Antara Profesionalitas dan Kesejahteraan


I.                   Abstraksi
Sertifikasi guru adalah suatu bentuk tunjangan atas dedikasi, kinerja dan pengabdian guru sebagai tenaga pengajar sekaligus tenaga pendidik bagi peserta didik. Sertifikasi atau tunjangan untuk tenaga kependidikan ini selain untuk menambah keuangan/ uang jajan guru, memuliakan dan menghargai pengabdian guru sebagai pengajar, sertifikasi juga sebagai bentuk pengujian kompetensi guru agar setelah mendapat dana dari sertifikasi guru lebih dapat meningkatkan kinerjanya dalam mengajar dan menstimulus semangat  menjadi guru yang berkompeten serta multitalent pada ranah pendidikan.

II.                Pendahuluan
Berbicara soal pendidikan di negara ini, memang seringkali menemui jalan buntu. Kenapa pendidikan di negara ini seakan- akan jalan di tempat, tidak perna maju. Ada saja yang disalahkan, apakah gurunya, metodenya, hingga sumber dayanya. Sikap saling tuduh dan menyalahkan tersebut sudah saatnya untuk dihindari. Yang perlu dilakukan adalah bagaimana negara ini berani untuk melakukan perubahan pada elemen- elemen penting dalam sistem pendidikan dengan mengharapkan perbaikan mutu pendidikan yang menghasilkan keluaran yang bermutu dan mampu bersaing dengan negara- negara maju.
Menurut data statistik pada tahun 2004, Indonesia telah lebih dulu merdeka dibanding dengan beberapa negara asean lainnya seperti Malaysia dan Singapura. Walaupun dari segi merdeka Indonesia lebih dulu akan tetapi pada segi pendidikan Indonesia telah tertinggah jauh dengan menyandang peringkat lima puluh dari singapura yang berada pada peringkat tiga puluh dua, dalam artian singapura lebih maju dalam hal pendidikan. Keadaan ini haruslah menjadi cambuk bagi pemerintahan negara Indonesia sendiri agar lebih memperhatikan pendidikan.
Ketertinggalan tersebut terkait dengan persoalan profesionalitas guru sebagai seorang pendidik ketika bergelut di dalam proses belajar mengajar, inovasi guru  yang menghasilkan ide- ide cemerlang  dan kesejahteraan anak didik agar mendapatkan wejangan materi yang penjelasannya memang benar- benar jelas, bukan hanya sekedar teori yang diberikan tetapi juga setidaknya peserta didik dapat memahami apa yang di jelaskan oleh gurunya. Dengan meningkatkan sumber daya guru sudah seharusnya menjadi perhatian pemerintah untuk mengejar ketertinggalan dengan yang lain. Karena dengan profesionalitas menjadi fokus utama dalam meningkatkan kinerja tenaga pendidik sehingga mampu menuntun peserta didik demi keefektifan dan pemahaman materi pada saat proses belajar- mengajar berlangsung.
Masalahnya , bagaimanakah meningkatkan kompetensi dan profesionalitas guru dalam mengajar? Empat standar kompetensi guru yang  menjadi patokan itu apakah sudah dimiliki dan dikuasai guru sepenuhnya? Empat tahun mengambil strata 1 (satu) dengan gelar sarjana pendidikan hingga ada yang melanjutkan ke strata 2 (dua) selama dua tahun dengan gelar magister pedidikan sembari mengajar, Inovasi apa yang sudah dihasilkan dari guru tersebut? Apakah karena guru sudah disertifikasi bisa dijamin kompetensinya sudah bagus dan memadai? Beberapa butir pertanyaan diatas penulis mencoba menjawab melalui tulisan singkat yang berjudul “Sertifikasi Guru Antara Profesionalitas dan Kesejahteraan”.

III.             Pembahasan
Di dalam UU Sisdiknas pada pasal 3 disebutkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu “ Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.[1]
Kaitannya dengan hal di atas demi ketercapaian perkembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab bergantung dari kecakapan dan profesionalitas pengajar dalam mengajar, mengarahkan dan mendidik peserta didik.

A.    Sertifikasi Guru
Sertifikasi guru adalah suatu bentuk tunjangan atas dedikasi, kinerja dan pengabdian guru sebagai tenaga pengajar sekaligus tenaga pendidik bagi peserta didik. Adapun undang- undang tentang tunjangan atau sertifikasi guru terdapat pada keputusan presiden nomor 23 tahun 1995 tentang tunjangan tenaga kependidikan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan keputusan presiden nomor 101  tahun 2000, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, oleh karena itu dipandangan perlu mengatur kembali tunjangan tenaga kependidikan dengan keputusan presiden.
Keputusan Presiden tentang tunjangan tenaga kependidikan lebih spesifiknya terdapat pada pasal 1 yang diberikan kepada:
1.      Guru yang ditugaskan pada:
a.       Taman Kanak- Kanak, Raudhatul Athfal/ Bustanul Athfal, dan yang sederajat;
b.      Sekolah Dasar, Sekolah Dasar Luar Biasa, Madrasah Ibtidaiyah, dan yang sedarajat;
c.       Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Madrasah Tsanawiyah, dan yang sederajat
d.      Sekolah Menengah, Sekolah Luar Biasa, Madrasah Aliyah dan yang sederajat.
2.      Pamong Belajar yang ditugaskan pada:
a.       Sanggar Kegiatan Belajar; dan
b.      Balai Pengembangan Kegiatan Belajar
3.      Penilik yang diberi tugas secara penuh untuk melakukan kegiatan penilikan Pendidikan Luar Sekolah pada Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota atau Dina yang bertanggung jawab di bidang Pendidikan Luar Sekolah.
4.      Guru yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala Taman Kanak- Kanak, Raudhatul Athfal/ Bustanul Athfal, dan yang sederajat.
5.      Guru yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah  Dasar, Sekolah Dasar Luar Biasa, Madrasah Ibtidaiyah, dan yang sedarajat.
6.      Guru yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Madrasah Tsanawiyah, dan yang sederajat
7.      Guru yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah Menengah, Sekolah Luar Biasa, Madrasah Aliyah dan yang sederajat.
8.      Pengawas Sekolah dan Pengawas Mata Pelajaran Pendidikan Agama pada Taman Kanak- Kanak, Raudhatul Athfal/ Bustanul Athfal, Sekolah  Dasar, Sekolah Dasar Luar Biasa, Madrasah Ibtidaiyah, dan yang sedarajat.
9.      Pengawas Mata Pelajaran/ Rumpun Mata Pelajaran dan Pengawas Bimbingan dan Konseling pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah, Sekolah Luar Biasa, Madrasah Aliyah, dan yang sederajat.
10.  Pengawas Pendidikan Luar Biasa pada Sekolah Luar Biasa.[2]
Sertifikasi atau tunjangan untuk tenaga kependidikan ini selain untuk menambah keuangan/ uang jajan guru, memuliakan dan menghargai pengabdian guru sebagai pengajar, sertifikasi juga sebagai bentuk pengujian kompetensi guru agar setelah mendapat dana dari sertifikasi guru lebih dapat meningkatkan kinerjanya dalam mengajar dan menstimulus semangat  menjadi guru yang berkompeten serta multitalent pada ranah pendidikan.

B.     Profesionalitas
Kata “profesional” berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yeng mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.[3]
Dengan bertitik tolak pada pengertian ini, maka guru yang profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Atau dengan kata lain, guru memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya.

C.    Kesejahteraan
Bank Dunia dalam laporannya (pada tahun 1994) memberikan kritik terhadap pelaksanaan  pembangunan di Indonesia, terutama dalam bidang kesehatan dan pendidikan. Menurut penilaian Bank Dunia, subsidi untuk kesehatan dan pendidikan ternyata lebih dinikmati oleh orang mampu dan kaya. Oleh sebab itu, tidaklah beralasan jika subsidi diberikan untuk pendidikan tinggi , mengingat jumlah penduduk yang mengenyam pendidikan tinggi dan universitas, pada umumnya adalah orang- orang yang berada atau golongan mampu dari segi ekonomi.[4]
Mengenai masalah pedidikan, perhatian pemerintah kita masih terasa sangat minim. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU Pendidikan kacau. Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita kedepannya makin terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga akibat dari kecilnya rata-rata alokasi anggaran pendidikan baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kota dan kabupaten.[5]
Dana yang disalurkan pemerintah untuk pendidikan itu tidak sedikit, bahkan demi meningkatkan taraf kemajuan pendidikan dan demi kesejahteraan peserta didik, guru- guru, warga sekolah dan warga pendidikan yang lainnya pemerintah rela menumpuk hutang luar negeri kepada Bank Dunia. Tapi yang anehnya, mengapa sampai mengutang ke luar negeri? Apakah APBN untuk dana alokasi pendidikan tidak cukup? Kemana perginya dana tersebut? Wallahu a’lam, hanya Allah lah yang tahu atas semua itu.

D.    Profesional Melalui Penguasaan Kurikulum
Keberhasilan implementasi kurikulum juga sangat mempengaruhi kemampuan guru yang akan menerapkan dan mengaktualisasikan kurikulum tersebut agar menjadi guru yang berkompeten. Kemampuan guru tersebut terutama berkaitan dengan pengetahuan dan kemampuan, serta tugas yang dibebankan kepadanya. Tidak jarang kegagalan implementasi kurikulum  disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan guru dalam memahami tugas- tugas yang harus dilaksanakannya. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa berfungsinya kurikulum terletak pada bagaimana pelaksanaannya di sekolah, khususnya dikelas dalam kegiatan pembelajaran yang merupakan kunci keberhasilan tersebut.
Dalam kurikulum 2004, guru diberikan kebebasan untuk mengubah, memodifikasi bahkan membuat sendiri silabus yang sesuai dengan kodisi sekolah dan potensi daerah. Hal demikian tampaknya terlalu ideal dan terlalu teoritik, karena dalam kenyataannya pemerintah telah menyiapkan secara lengakap silabus untuk seluruh mata pelajaran pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Meskiun demikian, guru diberikan kewenangan secara luas untuk menganalisis silabus tersebut sesuai dengan karakteristik dan kondisi sekolah/ madrasah serta potensi daeran dan menjabarkannya menjadi persiapan mengajar yang siap dijadikan pedoman pembentukan kompetensi peserta didik.[6]

E.     Standar Kompetensi Guru
Standar Kompetensi pada guru ada 4 yaitu:
1.      Kompetensi Kepribadian:
a.       Berakhlak Mulia
b.      Arif Bijaksana
c.       Mantap
d.      Berwibawa
e.       Stabil: Tidak mudah terpengaruh terhadap apapun
f.       Dewasa
g.      Jujur
h.      Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat
i.        Obyektif mengevaluasi kinerja sendiri
j.        Mau mengembangkan diri
2.      Kompetensi Sosial:
a.       Berkomunikasi lisan, tulisan dan isyarat dengan baik
b.      Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi
c.       Bergaul dengan peserta didik, sesama pendidik, kepala sekolah, orang tua/ wali murid dan masyarakat
d.      Menerapkan prinsip persaudaraan dan semangat kebersamaan
3.      Kompetensi Profesional:
a.       Kemampuan menguasai pengetahuan di bidangnya, Iptek dan seni yang diampunya
b.      Menguasai materi pelajaran secara luas dan dalam
Seorang guru tidak hanya menguasai materi pelajaran yang diampunya tetapi menguasai juga hal- hal yang mendukung keaktifan dan keefektifan pembelajaran seperti penguasaan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang sesuai dengan permendiknas.
c.       Menguasai konsep- konsep dan metode disiplin keilmuan yang berkaitan dengan mata pelajaran yang diampu.
d.      Selain guru menguasai materi ajar yang diajarkan, guru harus bisa pula menguasai metode ajar dan kaitan materi ajar/ satu disiplin ilmu dengan disilin ilmu lainnya, dan itu dapat mendukung kejelasan dari materi yang diajarkannya.
4.      Kompetensi Paedagogik:
Kemampuan dalam mengelola pembelajaran
a.       Memahami wawasan kependidikan/ landasan kependidikan
b.      Memahami peserta didik
c.       Mengembangkan kurikulum/ silabus
d.      Merancang pembelajaran
Memahami peserta didik
a.       Seorang guru harus bisa menguasai seluruh pasang mata peserta didik saat guru tersebut menjelaskan
b.      Seorang guru menjadikan peserta didik terlibat langsung dengan proses pembelajaran
c.       Seorang guru juga harus bisa menguasai peserta didik secara optimal dari segi fisik maupun emosi
d.      Seorang guru pula mesti memahami kemampuan murid karena setiap murid berbeda- beda kemampuannya.

F.     Upaya Meningkatkan/ Mengembangkan Profesionalitas Kerja Guru
Pengembangan profesional guru dimaksudkan untuk memenuhi tiga kebutuhan yang sungguhpun memiliki keragaman yang jelas, terdapat banyak kesamaan.
Pertama: Kebutuhan sosial untuk meningkatkan kemampuan sistem pendidikan yang efisien dan manusiawi, serta melakukan adaptasi untuk penyusunan kebutuhan- kebutuhan sosial.
Kedua: Kebutuhan untuk menemukan cara- cara untuk membantu staf pendidikan dalam rangka mengembangkan pribadinya secara luas. Dengan demikian guru dapat mengembangkan potensi sosial dan potensi akademik generasi muda dalam interaksinya dengan alam lingkungan.
Ketiga: Kebutuhan untuk mengembangkan dan mendorong keinginan guru untuk menikmati dan mendorong kehidupan pribadinya, seperti halnya dia membantu siswanya dalam mengembangkan keinginan dan keyakinan untuk memenuhi tuntutan pribadi yang sesuai dengan potensi dasarnya.[7]
            Guru sebagai pusat pendidikan perlu mengembangkan profesional dengan melakukan hal- hal berikut ini:
1.      Mendirikan lembaga- lembaga belajar pendidikan luar sekolah
2.      Mengikuti seminar- seminar dan pelatihan yang membahas tentang pendidikan
3.      Mengikuti workshop dan diklat- diklat pendidikan

IV.             Kesimpulan
Sertifikasi guru adalah suatu bentuk tunjangan atas dedikasi, kinerja dan pengabdian guru sebagai tenaga pengajar sekaligus tenaga pendidik bagi peserta didik. Adapun undang- undang tentang tunjangan atau sertifikasi guru terdapat pada keputusan presiden nomor 23 tahun 1995 tentang tunjangan tenaga kependidikan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan keputusan presiden nomor 101  tahun 2000, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, oleh karena itu dipandangan perlu mengatur kembali tunjangan tenaga kependidikan dengan keputusan presiden.
Sertifikasi atau tunjangan untuk tenaga kependidikan ini selain untuk menambah keuangan/ uang jajan guru, memuliakan dan menghargai pengabdian guru sebagai pengajar, sertifikasi juga sebagai bentuk pengujian kompetensi guru agar setelah mendapat dana dari sertifikasi guru lebih dapat meningkatkan kinerjanya dalam mengajar dan menstimulus semangat  menjadi guru yang berkompeten serta multitalent pada ranah pendidikan.

V.                Daftar Pustaka
Book:
Ø  Abdul Majid, 2008, Perencanaan Pembelajaran, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Ø  A. Tabrani Rusyan, 1990, Profesionalisme Tenaga Kependidikan, Bandung: Yayasan Karya Sarjana Mandiri.
Ø  Darmaningtyas, 2004, Pendidikan Yang Memiskinkan, Yogyakarta: Galang Press
Ø  Drs. Moh. Uzer Usman, 2001, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Ø  Prof. Dr. Sudarwan Danim, 2002, Inovasi Pendidikan, Bandung: CV. Pustaka Setia
Ø  Undang- Undang Sisdiknas Tahun 2003, Jakarta: Sinar Grafika

Internet:


[2] UU Sisdiknas tahun 2003, h. 62
[3] Drs. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, h. 14
[4] Darmaningtyas, Pendidikan Yang Memiskinkan, h. 187
[6] Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, h. 4
[7] Prof. Dr. Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan, h. 51


Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar