Ondak ka laut angin pun koncang
Pogi ka barat ditokan tunggaro
Pogi ka timur ditokan barat dayo
Balek ka rumah tak ado balanjo
Ditengok sangik ikan tinggal tulangnyo
Singkap
pariuk nasik tinggal koraknyo
Aku
menantang Muhammad Husaini Al-Hasan – kerap kami panggil dengan sebutan Ucen –dengan
mengomentari statusnya dalam pantun:
Buah
semangka di atas batu
Dibelah
dua pakai parang
Ku
sangka tuan Melayu
Eh,
rupanya Minang
Eh,
rupanya dia tertantang juga:
Buah
semangka di atas batu
Dipotong-potong
lalu disusun
Awak
ondak melagu
Eh
malah dia bepantun
Onde
Mande…
Ku jawab singkat dulu, bales
lagi gak dia?
Toko
buah
Ada di
sebelah
Oh
iyanya?
Lanjutlah
Ternyata
dia bales juga:
Sungguh
lah tinggi pohon pinang
Sangatlah
pahit bila dimakan buahnyo
Memang
lah ambo orang Minang
Oh
ya, sampai mano tadi lagunyo?
Eeakk
mainkan…
Ternyata
dia bersemangat, aku pun membalas semangatnya:
Tawon
itu bisa menyengat
Itik
berdiri di atas batu
Tuan
lah itu yang ingat
Patik
tak lah tahu
Balasan
pantun pun terus berlanjut:
Memang
lah tawon bisa menyengat
Tapi
madunyo sangat lah nikmat
Tolong
lah tuan ingat-ingat
Patik
cuma lupo bukan tak ingat
Apa
bedanya lupa sama tak ingat ya? Hahahha.. ku balas lagi lah:
Kain
lusuh masuk rendaman
Bantal
disusun betingkat-tingkat
Sungguh
tak bisa diragukan
Soal
bepantun, Minang-Melayu memang hebat
Balas ku
agak memuji dengan maksud menyemangati, lalu ia membalas lagi:
Kain
lusuh masuk rendaman
Air
rendamannyo diminum Pak Ongah
Kalau
lah tuan sudah memberikan pujian
Itu
Tandanyo tuan sudah menyerah
Wah,
kurang asam nih anak sama seniornya, masa’ awak dibilangnya minum air rendaman
kain, parahnya lagi menuduh ku menyerah membalas pantunnya, dugaan mu salah
Sergio, hahaha… ku luruskan dugaannya:
Hujan
Hujan petang Hujan
Hujan
turun dengat lebat
Pujian
bukan sebarang pujian
Pujian
itu tanda penyemangat
Eh,
dia tak mau kalah:
Memanglah
petang ini hujannya lebat
Disambut
gemuruh petir hantaman kilat
Terima
kasih tuan memberikan semangat
Semoga
kito selamat dunia akhirat
Alhamdulillah
dia membalas dengan doa dan harapan di ujungnya. Dan komentar dari netizen lain bernama Paun Aida Aida pun masuk tetapi bukan berupa pantun:
Lalu dibalas Ucen dengan pantun:
Bermain
gitar di tepi pantai
Sambil
mendengar hembusan ombak
Kembalilah
kakanda ke dapur petikkan petai
Main
fesbuk bukan korjaan omak2
Tanpa
dipersilahkan, aku nimbrung aja:
Sandal
dijemur di atas dawai
Sambal
terasa enak diirisi petai
Soal
ke dapur kakak tuh emang pandai
Soal
bepantun Husein emang piawai
Lalu
Ucen pun membalas pantun ku:
Memang
lah Enak sambal diirisi petai
Tambah
lah enak dicampur Korang
Memang
di dapur kakak tuh pandai dan piawai
Tapi
gara2 fesbuk ikan di kuali pun jadi arang
Aku
tak mau kalah:
Berenang
di tepi sambil makan rendang
Ikan
di kuali pun bisa jadi arang
Parah
lah tuh jang..
Tunggu-tunggu tak kunjung dibalas, ya berarti kelen udah tahu
kan, aku tak akan menyerah soal bepantun walau pantun ku pas-pasan, tapi jangan
dipersilahkan bepantun langsung secara verbal selancar menuliskannya, akan keluar
jawaban ku, “Aku belum mampu”. Hahahaha…