Sore itu lamunanku tiba- tiba berantakan
setelah satu panggilan masuk ke hape-ku, dengan ring back tone- Daav laga – yang nyanyi iklan windows 8 itu loh, tu
chalta, tu, chalta, tu chalta hai tu yaar mujhse daav laga- ingat kan? dengan
deringan dan getarannya yang cetaaarr membahenol.. upz.. membahana maksud ku
(sorry, masih terpengaruh lamunan tadi- maklum lamunan bujangan,,, hihihi).
Setelah kutengok dan ku angkat:
“Salam ‘alaikum odan,,,!!”. Sapa orang di seberang sana. Sepertinya aku kenal, oh iya suara om yudhi.
“Kum salam om.. ado apo om?”. Jawabku.
“Besok naik kita ke sidebuk- debuk? Besok odan gak kemana- mana kan?”. Tanya si om.
“Boleh om, gak om, besok odan kosong.. oh iya om, siapa- siapa aja om?”. Jawabku dan tanyaku kembali
“Ok dan, ado lah.. mungkin samo ivan dan adek- adek.” Jawab om lagi menimpali.
“Siap om..”. Jawab ku lagi.
“Ok, besok ajak boas ke rumah yo, berangkat dari sini aja kita..”. Beritahu si om kepadaku.
“Ok om, insya ALLAH..”. Jawabku meyakininya.
“Ya udah, assalamu ‘alaikum..” si om mengakhiri.
“Wa’alaikum salam om.. tut.. tut.. tut..”. Jawabku juga mengakhiri (pembicaraan pun terputus).
“Salam ‘alaikum odan,,,!!”. Sapa orang di seberang sana. Sepertinya aku kenal, oh iya suara om yudhi.
“Kum salam om.. ado apo om?”. Jawabku.
“Besok naik kita ke sidebuk- debuk? Besok odan gak kemana- mana kan?”. Tanya si om.
“Boleh om, gak om, besok odan kosong.. oh iya om, siapa- siapa aja om?”. Jawabku dan tanyaku kembali
“Ok dan, ado lah.. mungkin samo ivan dan adek- adek.” Jawab om lagi menimpali.
“Siap om..”. Jawab ku lagi.
“Ok, besok ajak boas ke rumah yo, berangkat dari sini aja kita..”. Beritahu si om kepadaku.
“Ok om, insya ALLAH..”. Jawabku meyakininya.
“Ya udah, assalamu ‘alaikum..” si om mengakhiri.
“Wa’alaikum salam om.. tut.. tut.. tut..”. Jawabku juga mengakhiri (pembicaraan pun terputus).
Oh iya, mungkin pembaca bertanya- tanya
siapa sich yang dimaksud dan.. dan.. dan..?
dandan itu kan wadah buat masak nasi skala besar ya? Eh, dandang itu
mancung.. oike, “dan” itu adalah panggilan akrabku, selain atog untuk panggilan
akrab oleh teman- teman kampus ku. “Dan” bukanlah dani, ramadhan? Juga bukan ,
yang pastinya dan itu adalah ujung sebutan dari “odan” yaitu sebutan untuk
menyatakan “saya” jadi “odan= saya” adalah sebutan dalam bahasa melayu pesisir
yakni lebih tepatnya lagi melayu batubara. Kog malah membahas dan.. dan odan
sich? (memang penulis ini gak konsisten ya buat cerita, ceritanya ntah kemana-
mana, berantakan seperti lamunannya tadi,, xixixi).
Mataharipun kembali bersembunyi dibalik
awan yang perlahan kemerahan di sebelah ufuk barat, dan di ufuk timur juga
perlahan gelap dan menggelapi bagian- bagian yang belum gelap di langit
Helvetia sore itu, menandakan siang sudah mulai diselimuti oleh malam. Malam
pun terus larut hingga tak terasa pagi pun menjelang dengan bergantian pagi yang
menyingsingkan malam untuk kembali ke ufuknya- begitulah sunnatullah yang
berlaku di alam ini, siang di selimuti malam dan malam disingsingkan oleh
siang- ceiiilleee udah kayak ustadz ne cara ngomongnya.. kyakyakya.
Setelah sholat shubuh- aku pun sarapan “ala
kami” (gak zaman lagi bilangin – alakadar) Aku pun bergerak dari tempat
tinggalku dengan boas sapaan adik ku (nama aslinya azril loh) menuju rumah om
yudhi yang tidak jauh dari tempat tinggal kami, hanya berkisar 2 kilometer dan
waktu tempuh yang gak lama sekitar 5 menit kami pun sampai ke rumah beliau di
jl. Setia Luhur. Gak berlama- lama di rumah kamipun bergegas mengemas barang
bawakan kami ke dalam bagasi mobil (ceiiilleee tumben neh naik mobil) dan
langsung bergerak menuju jl. Ringroad yang masih lengang dari riuh kendaraan.
Di dalam mobil kami ada berenam yaitu, aku, boas, om yudhi, bang riyan, dicky
dan ivan. Dicky dan ivan adalah anak om yudhi sedangkan bang riyan sepupunya,
cuma kami orang lain disitu (huhuhhuu-ndak apa2 lach).
Tak terasa satu jam berlalu mobil kami
pun sudah mendekati area taman perkemahan sibolangit dan om yudhi membelokkan
stirnya masuk ke area tersebut .
“Loh, om kog belok kemari?” Tanya ku.
“Kita ke dwiwarna dulu ya war, penasaran
om, setelah itu baru rehat di debuk- debuk.” Jawab si om.
(waaaaaaaaaaahhh senang kali pikirku,
kebayang gak sich kalau udah nyampek sana, indah banget tau, destinasi wisata
yang ku idamkan selama 3 tahun yang lalu, kini terkabul- terima kasih ya
Ongloh, hush.. Allah kaalliii,,).” Saking kan gembiranya aku terdiam dan Cuma
bisa ngomong sendiri dalam hatiku.
“Lah, kog diam and senyum- senyum
sendiri bang?” Tanya ivan yang menyadarkan ku dari riang yang tak tanggung-
tanggungnya, seolah berasa mengendarai paus putih dan melanglang buana di atas
awan. Kog kayak iklan moccacino?..hiihihi..
Kletak- kletok bunyi batu jalan yang
terlindas ban mobil menandakan jalan masuk ke tempat tujuan kurang bagus,
setelah turunan dan agak menanjak barulah mobil di parkirkan si om di dekat
orang- orang banyak. Lah, kepriwel yak, kog banyak orang? Mau demo barangkali,
mampus inyong gak bisa lari.. (belagu loe, sok tegal) hihiihi.. ku lihat om
turun dan negosiasi dengan pemandu jalan kami nanti.
“woy..!!!! bang..!!! apalagi gak
turun?” tegur ivan.
“iya.. iya..”. aku seperti masih belum
sadar juga dari kegirangan ku di dunia lamunan.
Setelah bernego,
“berapa bang?” Tanya bang riyan kepada
si om.
“120 ribu yan.” Jawab si om.
“bah, mahal juga om?”. Sahut ku.
“120 ribu dan, untuk kita berenam”.
Jawab lagi si om.
“oho….”. jawab ku.
“ayok, kemooonn..!!!”. ujar dicky
bersemangat.
Kami pun mengambil barang- barang kami
di bagasi mobil dan beranjak pergi meninggalkan rombongan lain yang mau ke
dwiwarna juga. Setiap calon pejalan dwiwarna memang harus registrasi terlebih
dahulu di loker pemandu. Kemaren itu terhitung 120 ribu untuk 6 orang, jadi
kena 20 rb/ orang. Oleh karena si om orang berduit jadi kami free, ndak usah
bayar, udah naik mobil, dibayari lagi, mungkin nanti makan juga dibayari +
berendam di pemandian air panas sidebuk- debuk. Waaahhh,,, weekend kali ini aji
mumpung juga yach.. wkwkwk.
Setengah jam perjalanan bersama
rombongan masih biasa- biasa saja kurasakan walau jalur yang kami tempuh cukup
ekstrim dan sedikit terjal, kami merangkak ketika mendaki, merosot ketika turun
(seperti anak TK yang lagi riang main perosotan). Satu jam berlalu namun tujuan
belum juga kelihatan tanda- tandanya, menyeberangi sungai- sungai kecil
sebanyak dua kali dengan naik- turun batu sungai yang segede rumah, (waaadduuhh
ini batu atau meteor ya?).
Panorama alam yang disajikan oleh Tuhan
Yang Maha Kuasa yang kami jelajahi ini sungguh sangat indah dan masih benar- benar
terjaga dari tangan- tangan jahil yang tidak bertanggung- jawab dan tidak memahami
kelestarian hutan. Hutan kan paru- parunya dunia, coba saja gak di Ciptakan
hutan, bisa megap- megap makhluk hidup di bumi ini. Setelah hampir satu jam
setengah kami pun memutuskan untuk istirahat sejenak mengatur nafas dan
memberikan waktu kepada kaki kami untuk menikmati peristirahatannya sebentar,
walaupun kaki tetap saja makhluk Tuhan, punya rasa capek juga dong.. iya kan
kaki? (“iya ndoro,,” kata kaki- aimakjang mampus gua, nyahut dia, kayak isi
surat yasin: 56 pulak nich..). Pas kami beristirahat datang segerombolan muda-
mudi pecinta alam ya tepatnya setelah aku ajak ngomong eh ternyata mahasiswa pertanian
UISU (anak MAPALA).
Kami pun melanjutkan perjalanan lagi, tapi kali ini bareng mereka, dan tak terasa karena ada teman bincang ku, kami pun sampai
ditujuan dengan pemandangan air terjun dwiwarna dengan air nya yang mengayun lembut jatuh dan terhempas dipermukaan beserta percikan yang gak beraturan arah dan dengan telaganya yang
AMAAAZIIING.. benar juga sesuai dengan namanya ternyata memang ada dua warna
air, satu warna putih dan satu lagi warna biru cerah,, pengaruh
kandungan bebatuan situ kali ya..? hehe,, maklum bukan jurusanku, jadi gak
terlalu tau tentang yang begituan mah.. treeeeng,, ini dia:
Gila, kulihat jam di hape-ku ternyata
pas selama 2 jam lamanya kami berjalan dari parkiran sebelum memasuki hutan
hingga ke tujuan/ dwiwarna, perhitungannya kalau 2 jam saja lamanya kami pergi
hingga sampai lokasi berarti pulang ke parkiran meninggalkan hutan juga selama
itu pula, yang kurang puasnya adalah kami Cuma 40 menit saja bisa menikmati
dinginnya air dwiwarna dan megahnya tebing- tebing yang mengapit air terjun
tersebut, sebenarnya ada dua air terjun di lokasi itu, yang satunya lagi
sebelah kanan namun lebih deras lagi volume air jatuhnya dan airnya juga sedikit
lebih hangat dibanding dwiwarna yang airnya dingin. Sebab kami mengapa tidak berlama- lama di
situ karena ada dua kegiatan lagi yang mau kami lakukan setelah ini, yaitu
makan siang (laper kali broo.. pengaruh berjalan 4 jam PP) yang dijamak ke sore
dan setelah itu mengistirahatkan serta memanjakan diri di kolam air panas lau debuk- debuk.
Weekend kali ini sungguh amaaaziiing,, mau mencoba? Tafadhdhol bro ,,, tafadhdhol.. see U.. bye.. bye..
Oktober 2012
Oktober 2012