Sabtu, 03 Agustus 2024

Antologi Ketujuh Ku: Rona Ramadan

Perlahan setapak demi setapak kami menyusuri tanah kebun yang naik turun untuk mencari asam gelugur masak yang jatuh dan kami pungut satu-satu, sembari mendongakkan kepala ke atas mencari apa saja yang bisa kami panjat untuk dipetik. Setelah setengah jam penelusuran dapat kami satu karung goni ukuran 30 kg asam gelugur masak dan setengah karung goni ukuran 10 kg manggis masak. Tak terasa waktu pun seolah berlari, matahari pun semakin meninggi, kami hentikan pencarian sementara waktu sembari istirahat di pondok yang dibuat atok Jali.

Umumnya isi pondok, tak ada yang istimewa mungkin bagi orang lain, tidak bagiku. Pondok peninggalan atok Jali ini seperti rumah kedua bagi pewaris keluarga mereka yang kena giliran jaga. Kenapa ku katakan demikian? Ku rasa semua ada di sini, perlengkapan dapur hampir lengkap, perlengkapan tidur nyaris komplit, untuk penilaian anak-anak seumuran ku kala itu. Untuk masuk pondok kami terlebih dahulu mengoleskan lotion anti nyamuk hampir ke seluruh badan karena banyaknya nyamuk di kebun ini yang berseliweran mencoba peruntungan, gede-gede lagi.

Di dalam pondok kami ngobrol ngalur-ngidul, apa saja itu, termasuk hayalan dan imajinasi yang ingin kami capai masing-masing ke depannya. Di tengah obrolan kami tetiba, bak-buk... berselang beberapa detik kemudian, bak-buk.... kami pun saling pandang menyunggingkan senyum dengan ceria. Karena kami tahu benda apa itu jatuh dengan berisiknya.

to be continued...

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar