Selasa, 08 Juni 2021

Bersuka-ria Lewat Berbalas Pantun 3

Gatal juga tangan ini bila tak melanjutkan jilid ke 3. Nah, berbalas pantun kali ini ada hubungannya dengan yang lalu, tapi aku mengangkatnya berawal dari statusnya Muhammad Husaini Al-Hasan beberapa waktu yang lalu. Bila jilid ke 1 dan ke 2 berangkat dari pantun pada postingan status fb, berbeda dengan yang ini, berangkat dari potongan lirik lagunya Wak Uteh, orang Medan terlebih orang Tanjung Balai siapa yang tak mengenal beliau dan menikmati lagunya yang rancak, seperti ini liriknya:

Ondak ka laut angin pun koncang

Pogi ka barat ditokan tunggaro

Pogi ka timur ditokan barat dayo

Balek ka rumah tak ado balanjo

Ditengok sangik ikan tinggal tulangnyo

Singkap pariuk nasik tinggal koraknyo

Aku menantang Muhammad Husaini Al-Hasan – kerap kami panggil dengan sebutan Ucen –dengan mengomentari statusnya dalam pantun:

Buah semangka di atas batu

Dibelah dua pakai parang

Ku sangka tuan Melayu

Eh, rupanya Minang

Eh, rupanya dia tertantang juga:

Buah semangka di atas batu

Dipotong-potong lalu disusun

Awak ondak melagu

Eh malah dia bepantun

Onde Mande…

Ku jawab singkat dulu, bales lagi gak dia?

Toko buah

Ada di sebelah

Oh iyanya?

Lanjutlah 

Ternyata dia bales juga:

Sungguh lah tinggi pohon pinang

Sangatlah pahit bila dimakan buahnyo

Memang lah ambo orang Minang

Oh ya, sampai mano tadi lagunyo?

Eeakk mainkan…

Ternyata dia bersemangat, aku pun membalas semangatnya:

Tawon itu bisa menyengat

Itik berdiri di atas batu

Tuan lah itu yang ingat

Patik tak lah tahu

Balasan pantun pun terus berlanjut:

Memang lah tawon bisa menyengat

Tapi madunyo sangat lah nikmat

Tolong lah tuan ingat-ingat

Patik cuma lupo bukan tak ingat 

Apa bedanya lupa sama tak ingat ya? Hahahha.. ku balas lagi lah:

Kain lusuh masuk rendaman

Bantal disusun betingkat-tingkat

Sungguh tak bisa diragukan

Soal bepantun, Minang-Melayu memang hebat

Balas ku agak memuji dengan maksud menyemangati, lalu ia membalas lagi:

Kain lusuh masuk rendaman

Air rendamannyo diminum Pak Ongah

Kalau lah tuan sudah memberikan pujian

Itu Tandanyo tuan sudah menyerah 

Wah, kurang asam nih anak sama seniornya, masa’ awak dibilangnya minum air rendaman kain, parahnya lagi menuduh ku menyerah membalas pantunnya, dugaan mu salah Sergio, hahaha… ku luruskan dugaannya:

Hujan Hujan petang Hujan

Hujan turun dengat lebat

Pujian bukan sebarang pujian

Pujian itu tanda penyemangat

Eh, dia tak mau kalah:

Memanglah petang ini hujannya lebat

Disambut gemuruh petir hantaman kilat

Terima kasih tuan memberikan semangat

Semoga kito selamat dunia akhirat

Alhamdulillah dia membalas dengan doa dan harapan di ujungnya. Dan komentar dari netizen lain bernama Paun Aida Aida pun masuk tetapi bukan berupa pantun:


Omak.. udah bisa jadi telangke kau sen

Lalu dibalas Ucen dengan pantun:

Bermain gitar di tepi pantai

Sambil mendengar hembusan ombak

Kembalilah kakanda ke dapur petikkan petai

Main fesbuk bukan korjaan omak2

Tanpa dipersilahkan, aku nimbrung aja:

Sandal dijemur di atas dawai

Sambal terasa enak diirisi petai

Soal ke dapur kakak tuh emang pandai

Soal bepantun Husein emang piawai

Lalu Ucen pun membalas pantun ku:

Memang lah Enak sambal diirisi petai

Tambah lah enak dicampur Korang

Memang di dapur kakak tuh pandai dan piawai

Tapi gara2 fesbuk ikan di kuali pun jadi arang 

Aku tak mau kalah:


Wak Alang pergi berenang

Berenang di tepi sambil makan rendang

Ikan di kuali pun bisa jadi arang

Parah lah tuh jang..

Tunggu-tunggu tak kunjung dibalas, ya berarti kelen udah tahu kan, aku tak akan menyerah soal bepantun walau pantun ku pas-pasan, tapi jangan dipersilahkan bepantun langsung secara verbal selancar menuliskannya, akan keluar jawaban ku, “Aku belum mampu”. Hahahaha…

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar